Judol Ancam Generasi Muda, OJK Ajak Masyarakat Peduli

93

Batam, Posmetrobatam.co:: Berdasarkan data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tercatat jumlah pemain judi online berusia di bawah 10 tahun mencapai 2 persen atau 80 ribu orang, dari total 4 juta pemain se-Indonesia.

Sementara itu, sebaran pemain antara usia antara 10 tahun hingga 20 tahun sebanyak 11 persen atau kurang lebih 440 ribu orang. Kemudian usia 21 sampai dengan 30 tahun 13 persen atau 520.000 orang.

Sedangkan, usia 30 sampai dengan 50 tahun sebesar 40 persen atau 1.640.000 orang dan usia di atas 50 tahun sebanyak 34% dengan jumlah 1.350.000 orang.

Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Kepri, Sinar Danandjaya menegaskan bahwa kondisi ini juga berimbas di wilayah Provinsi Kepri. Tercatat ada 21 orang yang berusia di bawah 16 tahun menjadi pemain utama judi online, dengan total deposit mencapai Rp717 juta.

BACA JUGA:  OJK Keluarkan Maklumat untuk Para Calon Konsumen dan Pinjol, Apa Itu?

Sementara usia 17-19 tahun diketahui sebanyak 1.374 orang dengan total deposit mencapai Rp1,036 Miliar. Dan usia 20-30 tahun tercatat ada 26.751 pemain dengan total deposit mencapai Rp118,842 Miliar.

“Berdasarkan data PPATK demikian adanya. Dimana dari jumlah ini, usia 31-40 tahun menduduki peringkat pertama dalam usia pemain Judi Online dengan total deposit mencapai Rp182,060 Miliar,” tegasnya, Rabu (6/8).

Pihaknya juga mengaku prihatin dan maraknya generasi muda yang terlibat dalam judi online sebagai pemain. Mengingat, Judol sudah menjadi ancaman, tidak hanya finansial. Fenomena ini menimbulkan kerugian masalah psikologi, dampak sosial, merusak masa depan generasi muda.

“Sangat miris sekali, betapa kasus judol kini merambat juga ke pinjol ilegal,” ungkap Sinar.

BACA JUGA:  Halal Bihalal Bersama FKUB, Amsakar: Merajut Ukhuwah Membangun Batam yang Rukun dan Madani

Pihaknya juga berharap agar generasi muda menjadi agen perubahan yang bisa mencegah maraknya judol. Hal tersebut menjadi salah satu langkah untuk mencetak generasi emas di tahun 2045.

Ia berharap peningkatan literasi digital bisa dilakukan dengan basis komunitas, maupun mendorong keterlibatan keluarga dan lingkungan. Selain itu, penting untuk menciptakan alternatif kegiatan positif yang menarik bagi generasi muda agar mereka tidak terjerumus ke dalam judi online.

“Lingkungan sekitar harus saling mengingatkan agar generasi muda tidak menjadi korban judi online,” pesannya. (hbb)