Kepri, Posmetrobatam.co: Upaya mengoptimalkan peningkatan devisa negara dan penegakan hukum di bidang kelautan di kawasan maritim Kepri, Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kejati Kepri) membangun sinergi dengan Dirjen Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (PKRL KKP).
Sinergitas ini dibahas dalam rapat koordinasi yang dilaksanakan di ruang command center Kejati Kepri, Tanjungpinang, Kamis (12/6).
“Kejaksaan memiliki peran penting dalam mendukung upaya pengawasan, penegakan hukum dan pendampingan hukum terhadap kebijakan pembangunan kelautan berkelanjutan,” kata Kajati Kepri Teguh Subruto dalam keterangannya.
Dia menyebut, rapat koordinasi yang dihadiri Dirjen Pengelolaan Kelautan A Koswara beserta jajarannya menunjukkan semangat kolaborasi antar institusi dalam menjaga dan mengelola sumber daya kelautan yang sangat kaya, strategis. Namun, juga rawan terhadap berbagai pelanggaran hukum dan eksploitasi yang tidak bertanggungjawab.
Menurut Teguh, sebagai wilayah kepulauan yang memiliki potensi besar di sektor kelautan dan perikanan, Kepri menghadapi tantangan serius seperti praktik perikanan ilegal (ilegal fishing), kerusakan ekosistem pesisir, penyalahgunaan ruang laut, hingga potensi konflik kepentingan antar sektor.
“Sinergi antara Kejaksaan dan KKP menjadi sangat krusial, tidak hanya dalam aspek penindakan, tetapi juga dalam pencegahan, edukasi hukum, serta penguatan regulasi dan pengawasan,” ujar Teguh.
Dalam kegiatan tersebut, Teguh juga memaparkan gagasan inovasi dan produk unggulan Kejati Kepri dalam upaya optimalisasi devisa negara melalui sektor kemaritiman di Provinsi Kepri dengan efisiensi perizinan labuh jangkar kapal.
Permasalahan selama ini, bahwa pemilik kapal lebih memilih berlabuh di wilayah perairan Singapura yang memiliki sistem pelayanan perizinan labuh jangkar kapal secara digital, cepat dan efisien, kepastian pengaturan hukum dan keamanan memberikan kenyamanan pemanfaatan, kepastian biaya, kepastian pengelolaan dan semua terkoordinir dalam pelayanan satu atap yang dikendalikan oleh Maritime Port Authority (MPA) Singapore.
Sedangkan untuk berlabuh di wilayah perairan Kepri membutuhkan waktu yang relatif lama, dilakukan secara manual masing-masing pemangku kepentingan terkait tanpa terintegrasi, tidak ada kepastian biaya, dan tidak ada kepastian hukum, sehingga pemilik kapal enggan untuk berlabuh.
Karena, lanjut dia, pemilik kapal menganggap perairan Kepri sebagai “black area” dan memilih berlabuh di Singapura.
Menurut dia, kondisi ini berpotensi rawan korupsi dan rawan bocornya potensi PNBP dari sektor kemaritiman sehingga menghasilkan PNBP yang sangat minim dari sektor kemaritiman.
Pada tahun 2024, PNBP Kepri dari sektor kemaritiman hanya mencapai 2,14 persen dari 120.000 kapal (tanker dan container) yang melintas di perairan Kepri.
Mengatasi hal tersebut, kata Teguh, Kejati Kepri menggagas inovasi efisiensi pengurusan izin labuh jangkar kapal dengan ekspektasi peningkatan signifikan jumlah kapal yang akan berlabuh di wilayah perairan Kepri dan optimalisasi PNBP minimal mencapai 20 persen dari jumlah kapal yang melintas.
Sementara itu, Dirjen Pengelolaan Keluatan A Koswara mendukung gagasan inovasi dan produk unggulan Kejati Kepri dalam upaya optimalisasi devisa negara melalui sektor kemaritiman tersebut.
“Dengan adanya sinergi yang kuat antara Kejaksaan dan Ditjen PKRL KKP, diharapkan penegakan hukum di bidang kelautan dapat menjadi lebih efektif, sehingga dapat melindungi sumber daya alam dan menjaga kelestarian ekosistem laut,” kata Koswara.(ant)