Pinang, Posmetrobatam.co: Pemprov Kepri mendukung penanganan kasus tuberkulosis (TBC), yang merupakan salah satu program kesehatan prioritas nasional tersebut. Dengan menggelontorkan anggaran Rp5 miliar.
Gubernur Kepri, Ansar Ahmad mengatakan, anggaran penanganan TBC itu menggunakan dana dari belanja tak terduga (BTT) APBD Pemprov Kepri tahun anggaran 2025.
“Penggunaan BTT itu akan dikonsultasikan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri),” kata Gubernur Ansar, Sabtu (4/10).
Ansar menyebut sesuai instruksi Presiden Prabowo, penanganan kasus TBC menjadi agenda strategis nasional, seperti halnya Program Makan Bergizi Gratis (MBG).
“Semua kepala daerah baik gubernur maupun bupati/wali kota dituntut turun langsung memastikan program itu berjalan baik guna mendukung target eliminasi TBC tahun 2030,” katanya.
Dia memastikan penanganan TBC menjadi fokus utama sektor kesehatan di Kepri, dengan memperkuat koordinasi bersama seluruh pemerintah kabupaten/kota setempat.
“Ini bukan sekadar program, tetapi juga wujud nyata kehadiran negara dalam menjamin kesehatan masyarakat,” ucap Ansar.
Kepala Dinas Kesehatan Kepri Bisri menyatakan total kebutuhan anggaran penanganan TBC di provinsi itu sekitar Rp12 miliar. Dari anggaran Rp12 miliar itu, Pemprov Kepri mengalokasikan Rp5 miliar dan sisanya Rp7 miliar didanai oleh tujuh kabupaten/kota di Provinsi Kepri.
Anggaran itu akan dialokasikan untuk pengadaan alat skrining TBC termasuk pembiayaan untuk memperkuat peran kader TBC di lapangan.
“Kami akan menambah 5.000 cartridge tes cepat molekuler (TCM), memperkuat kapasitas kader, serta mewajibkan skrining TBC bagi ASN dan tenaga kerja setiap enam bulan agar penemuan kasus semakin masif dan pengendalian bisa lebih terukur,” ujar Bisri.
Bisri mengatakan Pemprov Kepri sudah membentuk Tim Percepatan Penanggulangan TBC sejak 2022, namun sejumlah kendala masih dihadapi, mulai dari keterbatasan cartridge TCM, minimnya mesin X-ray portable, hingga belum optimalnya peran kader TBC di lapangan.
Ia juga mengingatkan bahwa Indonesia masih menjadi negara dengan jumlah penderita TBC terbesar kedua di dunia setelah India.
“TBC masih menjadi ancaman serius. Setiap tahun sekitar 1,3 juta orang meninggal akibat penyakit ini. Oleh karena itu, kita di Kepri harus bekerja lebih keras agar target eliminasi tahun 2030 bisa tercapai,” ujarnya.
Bisri menambahkan, berbagai upaya deteksi dini TBC yang telah dilaksanakan sebelumnya harus terus diperkuat, baik melalui skrining aktif maupun pasif.
Selain itu, teknologi medis juga perlu dimanfaatkan, seperti tes cepat molekuler, pemeriksaan dahak dan rontgen dada.
Pada September 2025, kata dia, pelaksanaan skrining aktif dengan X-ray portable di Bintan dan Tanjungpinang berhasil menjaring lebih dari 1.000 orang, puluhan di antaranya terindikasi TBC.
“Upaya serupa juga digelar di Batam dengan melibatkan organisasi profesi dan kegiatan pengabdian masyarakat,” kata Bisri.(ant)







