Potensi akan terjadinya gempa bumi dengan kekuatan 8,8 skala Richter yang diikuti dengan tsunami setinggi 20 meter menjadi pemberitaan hangat di berbagai media massa, baik cetak, elektronik, online, maupun media sosial akhir-akhir ini.
Merespon keresahan masyarakat, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sesuai dengan fungsinya sebagai lembaga yang bertugas menyampaikan informasi dan peringatan dini kepada instansi dan pihak terkait serta masyarakat berkenaan dengan bencana karena faktor meteorologi, klimatologi, dan geofisika, menyampaikan press release resmi.
Press release dengan nomor GF.00.02/004/DG/VII/2019 ditandatangani oleh Dr. Ir. Muhammad Sadly, M.Eng Deputi Bidang Geofisika diterbitkan tanggal 21 Juli 2019. Press release diunggah melalui akun twitter BMKG @infoBMKG.
Dalam keterangannya, BMKG menyampaikan bahwa Indonesia sebagai wilayah yang aktif gempa bumi memiliki potensi gempa bumi yang dapat terjadi kapan saja dan dalam berbagai kekuatan. Berdasarkan kajian para ahli bahwa Zona Megathrust Selatan Jawa memiliki potensi gempa dengan Magnitudo Maksimum M 8,8. Namun, sampai saat ini belum ada teknologi yang dapat memprediksi gempa bumi dengan tepat dan akurat kapan, dimana, dan berapa kekuatannya, sehingga BMKG tidak pernah mengeluarkan prediksi gempa bumi.
Peringatan yang disampaikan oleh Kepala Pusat Gempa bumi dan Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) agar waspada dengan potensi megathrust sebenarnya bukan hal baru.
Data BMKG, sejak gempa besar M7,1 yang terjadi di Megathrust Nankai Jepang Selatan pada Jumat 8 Agustus 2024 pukul 14.42.58 WIB, tercatat ada 7 kali gempa yang mengguncang Indonesia. Namun Daryono memastikan, gempa-gempa itu tidak berkaitan dengan gempa megathrust yang baru mengguncang Jepang.
Daryono juga pernah mengungkapkan potensi megathrust yang juga mengintai wilayah Sulawesi Utara. Dia menyebutkan, di darat dan laut wilayah Sulawesi Utara itu rawan terhadap gempa bumi dan adanya potensi gempa bumi di zona megathrust.
Indonesia, lanjut Daryono, merupakan wilayah dengan aktivitas kegempaan tinggi. Hal itu disampaikan dalam Webinar Update Gempa Indonesia dan Jawa Timur yang digelar Teknik Geofisika ITS bersama MTI, IGI Jatim, MGMP Geografi Jatim, dan Tunas Hijau, ditayangkan di akun Youtube Teknik Geofisika ITS, 13 Juli 2024.
Daryono menambahkan, Indonesia rawan gempa karena memang berada di daerah yang tertekan.
“Dari Selatan ditekan Australia, ditekan Lempeng Laut Pasifik, Laut Filipina, dan juga aspek tektonik escape dari Indo China yang menekan Indonesia. Karena India itu menekan ke Utara, maka Indo China itu menekan kita. Jadi Indonesia itu terkepung dari berbagai arah, sehingga sumber gempanya banyak,” papar Daryono.
Daryono mengatakan, kekhawatiran ilmuwan Jepang akan adanya potensi gempa besar dipicu salah satu segmen di Megathrust Nankai bukan tak beralasan. Sebab, di zona megathrust ini terdapat palung bawah laut sepanjang 800 kilometer yang membentang dari Shizouka di sebelah barat Tokyo hingga ujung selatan Pulau Kyushu. Gempa M7,1 kemarin dikhawatirkan menjadi pemicu atau pembuka gempa dahsyat berikutnya di Sistem Tunjaman Nankai.
“Jika kekhawatiran akan terjadinya gempa yang disampaikan para ahli Jepang tersebut menjadi kenyataan, tentu saja akan terjadi gempa dahsyat yang tidak saja berdampak merusak, tetapi juga akan memicu tsunami,” ujar Daryono.
“Pertanyaannya, jika gempa dahsyat itu terjadi apakah ada efeknya terhadap lempeng-lempeng tektonik yang ada di Indonesia? Jawabnya, jika terjadi gempa besar di Megathrust Nankai, dipastikan deformasi batuan skala besar yang terjadi tidak akan berdampak terhadap sistem lempeng tektonik di wilayah Indonesia. Karena jaraknya yang sangat jauh, dan biasanya dinamika tektonik yang terjadi hanya berskala lokal hingga regional pada sistem Tunjaman Nankai,” paparnya.
Dia menjelaskan, jika gempa dahsyat di Megathrust Nankai tersebut benar-benar terjadi, kemungkinan besar gempa besar tersebut dapat memicu tsunami. Karena setiap gempa besar dan dangkal di zona megathrust akan memicu terjadinya patahan dengan mekanisme naik (thrust fault) yang dapat mengganggu kolom air laut (tsunami).
“Tentu saja hal ini perlu kita waspadai, karena tsunami besar di Jepang dapat menjalar hingga wilayah Indonesia,” katanya.
“Namun demikian kita tidak perlu khawatir karena apa yang terjadi di Jepang dapat kita pantau secara real time dan kita analisis dengan cepat termasuk memodelkan tsunami yang bakal terjadi dan dampaknya menggunakan system InaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System), sehingga BMKG akan segera menyebarluaskan informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami di seluruh wilayah Indonesia, khususnya wilayah Indonesia bagian utara,” ungkap Daryono.
“Rilis gempa di kedua segmen megathrust ini boleh dikata “tinggal menunggu waktu”. Karena kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar,” kata Daryono.
Karena itu, lanjut dia, sebagai langkah antisipasi dan mitigasi, BMKG sudah menyiapkan system monitoring, processing dan diseminasi informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami yang semakin cepat dan akurat.
“BMKG selama ini memberikan edukasi, pelatihan mitigasi, drill, evakuasi, berbasis pemodelan tsunami kepada pemerintah daerah, stakeholder, masyarakat, pelaku usaha pariwisata pantai, industri pantai dan infrastruktur kritis (pelabuhan dan bandara pantai) yang dikemas dalam kegiatan Sekolah Lapang Gempa bumi dan Tsunami (SLG), BMKG Goes To School (BGTS) dan Pembentukan Masyarakat Siaga tsunami (Tsunami Ready Community),” sebutnya.
“Harapan kita, semoga upaya kita dalam memitigasi bencana gempa bumi dan tsunami dapat berhasil dengan dapat menekan sekecil mungkin risiko dampak bencana yang mungkin terjadi, bahkan hingga dapat menciptakan zero victim,” pungkas Daryono. (dari berbagai sumber)