Posmetrobatam.co: Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (BKHIT) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) memusnahkan 30 ekor ikan invasif jenis sapu-sapu dari hasil kegiatan monitoring dan pemetaan sebaran jenis ikan bersifat invasif (JABI) di wilayah setempat.

Pemusnahan dilakukan dengan cara menuangkan minyak cengkeh ke dalam bak kecil berisi ikan sapu-sapu tersebut, selanjutnya menunggu ikan itu mati dan dikubur dalam tanah.

“Metode pemusnahan dengan minyak cengkeh mempertimbangkan etika pemusnahan. Jadi, ikan dibius dan mati perlahan,” kata Kepala BKHIT Kepri Herwintarti usai memimpin acara pemusnahan ikan sapu-sapu di kantornya Jalan Bandara Raja Haji Fisabilillah (RHF) Tanjungpinang, Selasa (10/12).

Herwintarti menjelaskan ikan sapu-sapu yang dimusnahkan itu merupakan milik perorangan/toko ikan hias Trimex Aquarium di Kota Tanjungpinang. Ikan tersebut diperoleh dari warga lokal yang memancing ikan di sungai dan akan diperjualbelikan di toko ikan hias tersebut.

BACA JUGA:  Lima Objek Bersejarah di Tanjungpinang Direkomendasikan Jadi Cagar Budaya 2024

Menurut dia, pemusnahan ikan sapu-sapu ini dapat terlaksana melalui pendekatan persuasif dan edukasi oleh petugas BKHIT Kepri kepada pemilik toko tentang bahaya jenis ikan tersebut.

Ikan sapu-sapu termasuk spesies asing invasif (SAI) yang dianggap sebagai penyebab menurunnya keanekaragaman hayati global setelah kerusakan habitat secara langsung.

“SAI juga dapat mengakibatkan dampak buruk bagi kesehatan manusia, hewan, dan ikan, serta menimbulkan kerugian yang sangat besar pada berbagai macam sektor komersial, termasuk pertanian, kehutanan, perikanan/budidaya, perdagangan, transportasi, pariwisata dan rekreasi,” ujar dia.

Dia menyampaikan bahwa ikan sapu-sapu berasal dari Ekuador dan Peru yang masuk ke perairan Indonesia dan merupakan salah satu ikan yang tergolong invasif karena ikan ini mengancam ekosistem lokal.

BACA JUGA:  Lamine Yamal Pecahkan Rekor Lampaui Pele

Dampak yang ditimbulkan oleh ikan sapu-sapu meliputi perubahan struktur lingkungan perairan, gangguan rantai makanan, persaingan dengan spesies endemik dalam hal pemanfaatan sumberdaya penting seperti makanan dan ruang hidup, perubahan komunitas tumbuhan air, dan kerusakan pada alat tangkap ikan.

“Apabila ikan sapu-sapu ini dibiarkan berkembang biak di sungai Indonesia, maka ikan-ikan kecil yang ada di sekitarnya akan dimakan habis dan akibatnya dalam satu perairan hanya didominasi ikan sapu-sapu,” ujar Herwintarti.

Dia menambahkan bahwa BKHIT Kepri dalam menjalankan amanat Undang-Undang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan Nomor 21 Tahun 2019 melaksanakan kegiatan monitoring dan pemetaan sebaran jenis ikan bersifat invasif (JABI) di wilayah Kepri meliputi enam kabupaten/kota, yaitu Kota Batam, Kota Tanjung Pinang, Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun, Kabupaten Lingga, dan Kabupaten Natuna.

BACA JUGA:  Manchester City 3-1 Red Star: Haaland Melempem, Alvarez Penyelamat

Monitoring dan pemetaan JABI merupakan salah satu kegiatan dalam rangka pencegahan penyebaran jenis ikan yang membahayakan dan/atau merugikan di wilayah pengelolaan perikanan RI, khususnya wilayah Kepri yang dapat berdampak negatif terhadap populasi ikan asli di daerah setempat.

Pelaksanaan kegiatan berlangsung selama 15 hari, dimulai tanggal 20 November sampai 5 Desember 2024 yang difokuskan pada sentra toko-toko ikan hias yang rutin memperjualbelikan dan melalulintaskan ikan hias dari dan ke area keluar dan masuk wilayah Kepri.

“Pemasukan, penyebaran, dan penggunaan berbagai spesies asing baik yang dilakukan secara sengaja maupun tidak disengaja yang kemudian menjadi invasif telah menyebabkan kerugian ekologi, ekonomi, dan sosial yang cukup besar,” demikian Herwintarti.(ant)