Jika Alami Tindak Kekerasan, Masyarakat Batam Diminta Berani Berbicara

131
Ilustrasi. Foto: Antara

BATAM, POSMETROBATAM.CO: Pemerintah Kota Batam mendorong masyarakat untuk lebih berani berbicara jika mengalami atau mengetahui tindakan kekerasan, agar dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman dan sehat di daerah setempat.

“Kekerasan itu harus dibedakan dari bercanda. Jika suatu tindakan mendatangkan penderitaan, itu bukan bercanda. Konsep ini yang harus dipahami bersama di masyarakat, baik untuk guru, orang tua dan sesama murid,” kata Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Pemerintah Kota Batam Dedy Suryadi di Batam, Jumat (29/11).

Ia mengatakan, pihaknya berkomitmen memberikan edukasi kepada masyarakat tentang kekerasan, termasuk cara mengenali, mencegah, dan melaporkan kasus kekerasan.

Katanya, saat ini dibutuhkan kesepahaman konsep kekerasan di tengah masyarakat daerah setempat.

BACA JUGA:  Polisi Lakukan Rekayasa Lalu Lintas di Malam Takbiran di Batam, Melalui Rute Baru

“Kita harus satu paham, satu konsep. Tindak kekerasan, khususnya kekerasan terhadap anak, harus dipahami dengan jelas. Misalnya, mencubit atau menjewer anak untuk mendisiplinkan, itu bisa menjadi tindakan kekerasan jika tidak dilakukan dengan cara yang benar,” kata dia.

Menurut Dedy, hal ini dinilai krusial untuk mencegah tindakan kekerasan terus terjadi, terutama terhadap perempuan dan anak.

Ia menjelaskan, tindak kekerasan mencakup penggunaan kekuatan fisik, ancaman, atau perbuatan yang menyebabkan cedera, kematian, kerugian psikologis, atau penderitaan.

Sementara itu, kekerasan terhadap anak meliputi semua perbuatan yang menimbulkan penderitaan fisik, mental, seksual, atau penelantaran yang mengancam integritas dan martabat anak.

Undang-undang yang mengatur tentang kekerasan terhadap anak meliputi UU RI Nomor 23 Tahun 2002 dan UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

BACA JUGA:  Selundupkan Narkoba Dalam Koper, Dua Calon Penumpang Pesawat Diamankan Bea Cukai Batam

Dedy menyoroti, jika anak-anak saat ini cenderung lebih sulit diatur karena kurangnya pemahaman dan pendekatan yang tepat dari orang tua.

“Anak yang sering mengalami kekerasan akan tumbuh dengan rasa dendam dan berpotensi menjadi pelaku kekerasan di masa depan. Oleh karena itu, kita harus menyosialisasikan konsep kekerasan ini kepada lembaga pendidikan dan pemerhati kemanusiaan,” jelasnya.

Dalam lingkup rumah tangga, kekerasan juga diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). UU ini melindungi perempuan dari penderitaan fisik, seksual, dan psikologis yang terjadi dalam rumah tangga.

“Sama seperti untuk anak, kami mengawal pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dengan undang-undang,” tambah dia.(ant)

BACA JUGA:  Dorong Percepatan Proyek Fisik dan Tuntaskan 15 Program Prioritas