Perhatikan saat Sholat Tarawih Cepat Beserta Hukum Fikihnya, Ini Penjelasannya

156
Umat muslim melaksanakan ibadah sholat tarawih. (SALMAN TOYIBI/JAWA POS)

Sholat tarawih adalah salah satu ibadah sunnah yang dilakukan setiap malam bulan Ramadhan. Namun, di beberapa masyarakat di Indonesia tak jarang ditemui melaksanakan ibadah Tarawih dengan begitu cepat.

Muncul berbagai pertanyaan mengenai bagaimana sebenarnya hukum dari sholat tarawih yang dilaksanakan dengan cepat ini.

Dirangkum dari islam.nu.or.id dan nu.or.id pada Senin (25/3), terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan berdasarkan hukum fikih mengenai sholat tarawih yang dikerjakan cepat tersebut.

Kaidah bacaan Al-Quran

Membaca Al-Quran (baik Surat Al Fatihah selaku rukun shalat maupun ayat lain) ketika shalat sangat perlu memperhatikan tajwid, tartil maupun kaidah bacaan lainnya.

Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib menjelaskan yang dimaksud tartil adalah membaguskan huruf dan mengetahui tempat berhentinya bacaan alias waqaf.

BACA JUGA:  Genset Indomaret Digondol Maling, 3 Pelaku Dibekuk, Satu Orang Lagi Buron

Begitupun dengan Imam As-Syafi‘i yang mempersyaratkan setidaknya bacaan tartil dengan tidak terburu-buru dalam bacaan agar jelas.

An-Nawawi di dalam Syarhul Muhadzdzab, menegaskan bahwa para ulama sepakat menghukumi makruh membaca Al-Qur’an dengan cepat dalam konteks kaidah bacaanya masih benar.

Jika sudah bacaannya cepat kemudian keluar dari kaidah tajwid, banyak bacaan yang cacat, merusak makna, maka hukumnya bukan makruh lagi melainkan sudah berdosa.

Thuma’ninah

Hal lain yang perlu diperhatikan lagi dalam shalat Tarawih adalah thuma’ninah, yakni kondisi tenang dan diam seluruh anggota tubuh sekurang-kurangnya selama satu kali bacaan tasbih.

Menurut jumhur ulama yang berasal dari kalangan mazhab Maliki, Syafi‘i, dan Hanbali sepakat mewajibkan thuma’ninah ketika shalat, khususnya ketika rukuk dan sujud.

BACA JUGA:  Ngaku Dapat Bisikan Gaib, Pemuda di Batam Tikam Ibu Kandung

Sebagian ulama dari kalangan Syafi‘i menjadikan thuma’nihah sebagai rukun shalat tersendiri, sehingga berhukum wajib tak boleh ditinggalkan.

Sedangkan menurut mazhab Hanafi, kecuali Syekh Abu Yusuf, hukum thuma’ninah dalam shalat adalah sunnah. Dengan kata lain, dalam mazhab Hanafi, shalat tetap sah walau tanpa thuma’ninah.

Untuk menjaga kehati-hatian, usahakan untuk thuma’ninah ketika shalat tarawih. Kalaupun tidak bisa thuma’ninah, maka bertaqlidlah pada Imam Hanafi yang menghukumi sunnah.

Kekhusyukan

Jika mengacu pada asal katanya, tarawih berasal dari kata raha (bahasa Arab) yang berarti rehat, tenang, nyaman atau melepas dari kesibukan.

Sehingga semestinya mengerjakan shalat tarawih berarti shalat yang tenang, menjadi ibadah yang meraih ketenangan, bukan yang cepat serampangan.

BACA JUGA:  Diguyur Hujan Sebentar, Banjir Sepinggang di Tembesi Tower

Selain itu, yang tak kalah penting dan perlu diperhatikan dalam menunaikan shalat tarawih adalah kekhusyukan dan taqarrub kepada Allah.

Bahkan Imam Al-Ghazali mengatakan, orang yang shalat tanpa khusyuk dan kehadiran hati, bagaikan mempersembahkan hewan besar kepada sang raja namun hewan itu sudah jadi bangkai.

Jumlah rakaat

Selain itu, hal yang perlu juga diperhatikan dalam menunaikan shalat tarawih adalah mengenai jumlah rakaat.

Jika memungkinkan untuk melaksanakan jumlah rakaat tarawih yang banyak, seperti yang 20 rakaat, dengan tetap memelihara bacaan dan thuma’ninah, maka lakukanlah jumlah rakaat tersebut.

Jika memang tidak memungkinkan, maka ambillah jumlah rakaat yang lebih sedikit, seperti yang 8 rakaat, agar lebih mampu menjaga bacaan, thuma’ninah, ketenangan, dan kekhusyukan sholat.(jpg)