Sudah Lewat Jam 12 Malam: Jaksa Tak Kunjung Bebaskan 16 Masyarakat Rempang

56

HARUSNYA, tepat pukul 12 ‘teng’ pada Selasa 26 Maret 2024 dinihari, Fitto salah satu terdakwa perkara aksi bela Rempang bebas. Namun pihak Rumah Tahanan (Rutan) Batam tak berani mengeluarkan 16 orang tahanan termasuk Fitto tersebut, karena masih tersangkut administrasi yaitu berita acara eksekusi jaksa. Sampai pukul 00.00 WIB pihak keluarga mengklaim jaksa tak bisa dihubungi. Hingga paginya, mereka belum keluar. Pengacara menduga jaksa telah merampas kemerdekaan 16 masyarakat yang melakukan aksi bela Rempang secara melawan hukum.


Ema, lega. Anaknya, Fitto (18) terdakwa yang melakukan aksi bela Rempang pada September lalu, dikabarkan bebas siang ini, Selasa 26 Maret 2024. “Informasi dari orang dalam (Rutan) siang ini mereka bebas,” kata ketika Ema dihubungi POSMETRO.

Tapi, sesak yang tadi malam masih mengganjal di ulu hati. Fitto dan belasan terdakwa aksi bela Rempang lewat pukul 12 teng malam itu harusnya bebas, dan sahur bareng keluarga. “Kami dengan semangat, tanpa mikir datang ke Rutan Batam. Ke sana menyambut keluarga pulang. Bayangkan sudah jauh-jauh datang, tapi tak juga bebas,” jelasnya.

Malam itu, Ema tak sendiri. Ia juga didampingi oleh Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang. Menurutnya tak ada kendala yang berarti malam itu. Jika semua menjalankan sesuai dengan aturan perundangan. Warga Batuaji ini yang awam dengan hukum, hanya pasrah menunggu pagi. “Kalau pihak Rutan semalam menyambut baik kami.
Kalau sampai jam 11 malam dilayani. Tapi jaksanya (telepon) tak bisa dihubungi,” sesalnya. Ema bersama keluarga terdakwa lainnya patang arang, balik kanan pulang melenggang.

Hari itu, Fitto divonis 6 bulan 15 hari oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Batam. Hakim memberi diskon 15 hari dari tuntutan Jaksa sebelumnya 7 bulan penjara. Mekanik di salah satu bengkel motor di Batuaji ini mengaku kalau ikut melempar gedung BP Batam dalam aksi kerusuhan September lalu.

Terlepas nantinya dicap sebagai mantan narapidana, Ema bersyukur putranya masih peduli dengan tanah Melayu Rempang. “Orang tua kami Melayu dari Pulau Penyengat. Anak saya ikut terpanggil membela kawan-kawan nya di Rempang,” imbuhnya.

BACA JUGA:  Rumah Warga Terdampak Pembangunan Rempang Eco-City Mulai Dibongkar

Sementara, tim advokasi Nasional Solidaritas Bela Rempang dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Boy Even Sembiring menduga jaksa telah merampas kemerdekaan 16 masyarakat yang melakukan aksi bela Rempang secara melawan hukum.

Boy menjelaskan sebanyak 21 dari 34 orang terdakwa aksi bela Rempang pada 11 September 2023 dijatuhkan pidana penjara 6 bulan dan 15 hari dengan ketentuan potong masa penangkapan dan penahanan.

Dengan perhitungan KUHAP 1 bulan sama dengan 30 hari, maka hukuman 21 orang tersebut habis pada 23 Maret 2024 dan bisa bebas pada 24 Maret 2024. Tapi karena putusan dibacakan pada 25 Maret 2024, maka pasca putusan, 21 orang harus dibebaskan secara langsung.

“Ketika dijemput ke Rutan Batam, Kepala Rutan menyebut mereka siap mengeluarkan dengan catatan ada berita acara eksekusi Jaksa. Sampai pukul 00.00 Jaksa enggak bisa dihubungi. Sampai pagi ini mereka belum keluar,” kata Boy kepada POSMETRO.

Selain itu, lanjut Boy ada manuver dibalik putusan tiga puluh empat orang terdakwa aksi bela Rempang pada Senin 25 Maret 2024 tersebut.

Sidang agenda pembacaan putusan dalam perkara Nomor: 935/ Pid.B/ 2023/ PN.Btm dan perkara Nomor 937/ Pid.B/ 2023/ PNBtm yakni dua perkara terkait peristiwa aksi bela Rempang pada 11 September 2023 ini harusnya berlangsung pagi. Tapi ditunda hingga hampir pukul setengah empat sore.

Bahkan sebelum sidang dimulai David P. Sitorus, Ketua Majelis Hakim sempat memperkeruh situasi dengan menyuruh sebagian pengunjung keluar dan mengancam menunda pembacaan putusan.

Sopandi, Advokat Publik pada DPC Peradi Batam menyebut menghargai pilihan tujuh belas orang dalam perkara Nomor: 935/Pid.B/2023/PN.Btm maupun enam orang dalam perkara Nomor 937/Pid.B/2023/PN.Btm yang menerima putusan Majelis Hakim. Ia menyayangkan mengapa putusan ini harus dibacakan pada sore.

“Adanya penjatuhan pidana penjara selama enam bulan dan lima belas hari melahirkan konsekuensi dua puluh satu orang dalam perkara nomor: 935/Pid.B/2023/PN.Btm dan perkara nomor 937/Pid.B/2023/PNBtm telah selesai menjalani masa hukumannya. Apabila dihitung masa penangkapan dan penahanan dari 11 September 2023, maka masa hukuman mereka selesai pada 23 Maret 2024. Artinya, mereka seharusnya keluar pada 24 Maret 2024 lalu,” jelasnya.

BACA JUGA:  Ibu Cari Nafkah, Anak Yatim Umur 2,5 Tahun di Tiban Kampung “Ditelan” Banjir

“Putusan yang dilangsungkan pada sore membuat sistem administrasi untuk mengeluarkan empat belas orang klien kami menjadi rumit,” tambah Sopandi.

Selain itu, delapan orang yang mendadak mengaku, dihukum enam bulan dan dua puluh satu hari.

Majelis Hakim dalam Putusan Nomor: 935/Pid.B/2023/PN.Btm menjatuhkan putusan pemidanaan yang variatif. Sebanyak sembilan orang dijatuhi pidana penjara enam bulan dan lima belas hari. Kemudian sebanyak tujuh orang dijatuhi pidana penjara enam bulan dan dua puluh satu hari dan satu orang dijatuhi hukuman pidana penjara tiga bulan.

Pada Putusan Nomor: 937/Pid.B/2023/PN.Btm, Majelis Hakim menjatuhkan putusan pemidanaan enam bulan lima belas hari kepada enam orang dan dua orang terdakwa lain dihukum masing-masing enam bulan dua puluh satu hari dan satu lagi delapan bulan.

Mangara Sijabat, Direktur LBH Mawar Saron Batam yang juga tergabung dalam Tim Advokasi Solidaritas Nasional Untuk Rempang menyoroti pengakuan delapan orang terdakwa yang dihukum enam bulan dua puluh satu hari.

Ia menghargai keputusan kedelapan terdakwa yang menerima vonis hakim tersebut, namun sangat janggal terkait pengakuan yang mereka buat pada sidang terakhir yang secara tiba-tiba mengakui melakukan perbuatan padahal dari awal penyidikan sampai sidang mereka sangat keras membantah melakukan pengrusakan kantor BP Batam dan melawan petugas.

“Kami berharap setelah bebas nanti, delapan orang Terdakwa tersebut dapat menceritakan apa penyebab mereka secara tiba-tiba mengaku di persidangan tersebut kepada media. Kami dari tim advokasi masih bertanya-tanya apa yang menyebabkan delapan orang Terdakwa mendadak yang dari awal keras membantah melakukan perbuatan tapi secara tiba-tiba mengaku pada persidangan 13 Maret 2024,” kata Mangara.

Pihaknya menduga 8 dari 34 terdakwa dalam perkara ini dari awal ada dugaan salah tangkap karena dari awal pemeriksaan di tingkat penyidikan bahkan di BAP dan dihadapan hakim sidang mereka sangat tegas menolak bahwa ada melakukan tindakan pelemparan ke arah Gedung BP Batam maupun petugas.

“Namun kami terkejut mengapa pengakuan mereka tersebut dapat terjadi di akhir persidangan menjelang putusan secara tiba-tiba, apakah ada dugaan mereka dalam keadaan tertekan sehingga harus mengakui? Mudah-mudahan hal tersebut tidak benar, namun putusan hakim hari ini tetap kami hargai sebagai sebuah putusan pengadilan dan putusan hari ini menjadi pengingat kita di masa depan nanti untuk sebuah perjuangan keadilan bagi masyarakat marjinal,” tegas Mangara.

BACA JUGA:  DPRD Jawa Timur Kunjungi BP Batam untuk Belajar Pengelolaan Kota

Dugaan Pelanggaran Etik

Proses persidangan terhadap tiga puluh empat orang terdakwa dalam peristiwa aksi bela Rempang pada 11 September 2023 telah dimulai sejak 21 Desember 2023. Dari proses awal persidangan, Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang telah menemukan indikasi-indikasi pelanggaran etik.

Baik yang dilakukan oleh salah seorang Hakim dalam dua perkara tersebut, maupun salah satu advokat senior di Batam. Boy Even Sembiring, Direktur Eksekutif WALHI Riau sekaligus salah satu advokat dalam dua perkara tersebut menegaskan Tim Advokasi dari awal persidangan telah menemukan indikasi tersebut.

Hanya saja, tim memilih lebih dahulu fokus memberikan layanan bantuan hukum terbaik kepada dua puluh tiga terdakwa yang didampingi.

“Pelanggaran pertama terkait intervensi kepada klien kami maupun keluarganya agar mencabut kuasa dan memberi kuasa baru kepadanya. Advokat senior tersebut juga mengiming-imingi terdakwa dan keluarganya akan diputus ringan. Indikasi pelanggaran kedua, kami menduga ucapan-ucapan Hakim mengabaikan asas praduga tidak bersalah, membatasi sidang yang terbuka untuk umum, dan tidak bersikap rendah hati,” sebut Even Sembiring.

Terkait rencana laporan etik ini, Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang akan membahasnya lebih lanjut. Bahkan dugaan pelanggaran substansial terkait putusan permohonan praperadilan beberapa bulan lalu juga akan dibahas untuk dilaporkan ke Mahkamah Agung.


Sementara, Kasi Intel Kajari Batam Andreas Tarigan mengatakan, pihaknya sudah melakukan eksekusi terhadap 16 terdakwa aksi bela Rempang pada Selasa 26 Maret 2024 pagi. “Sudah dieksekusi, petikan tiba pukul 09.42 WIB,” jelas Andreas. Sedangkan terkait adanya dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan jaksa karena tidak melakukan eksekusi secepatnya, Andreas belum bisa menjelaskannya. “Sama Pak Kajari saja,” imbuhnya.(cnk)