Batam, Posmetrobatam.co: Kejari Batam menerima pelimpahan tahap II tersangka beserta barang bukti (BB) perkara dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan PNBP (penerimaan negara bukan pajak) jasa pemandu dan penundaan kapal yang merugikan keuangan negara Rp4,5 miliar, Kamis (23/10).
Kasi Intelijen Kejari Batam, Priandi Firdaus mengatakan, pelimpahan dari jaksa penyidik Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Batam.
“Dari total tiga tersangka, baru dua tersangka yang dilimpahkan. Satu tersangka ditunda karena alasan sakit,” kata Priandi.
Dua tersangka yang dilimpahkan yakni LY selaku Direktur Operasional PT Bias Delta Pratama periode 2016-2018 dan 2019 dan AJ selaku Direktur Operasional PT Bias Delta Pratama.
Sedangkan tersangka S, selaku Seksi Pemandu dan Penundaan Kapal Komersil periode 2012-2016 dijadwalkan pelimpahan hari berikutnya.
Selain pelimpahan tersangka, penyidik juga menerima pelimpahan barang bukti, terdiri atas dokumen dan uang pengganti yang telah dibayarkan oleh tersangka senilai Rp4,5 miliar dalam bentuk dolar Singapura.
Terpisah, Kepala Seksi Penyidikan Pidana Khusus (Kasidik Pidsus) Kejati Kepri Yongki Arvius mengatakan satu tersangka berinisial S, menderita sakit kronis, sehingga pelimpahannya ditunda esok hari.
Menurut dia, setelah pelimpahan ini, kedua tersangka dititipkan penahananya di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Batam, untuk selanjutnya dipindahkan ke Rutan Tanjungpinang.
Setelah pelimpahan tahap II, lanjut dia, JPU segera menyiapkan berkas perkara untuk segera dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipidko) Tanjungpinang guna pembuktian di persidangan.
Dalam perkara ini tersangka telah mengembalikan uang kerugian negara sebesar Rp4,5 miliar kepada Kejaksaan. Namun upaya itu tidak menghentikan proses hukumnya, karena sudah masuk tahap penyidikan.
“Kami sudah coba menagih pada saat penyelidikan, tapi mereka (tersangka) tidak mau membayar. Dan baru mau membayar sekarang,” katanya.
Meski tidak menggugurkan proses hukumnya, lanjut dia, pembayaran uang pengganti ini menjadi pertimbangan pihaknya dalam melakukan penuntutan.
Diketahui PT Bias Delta Pratama sejak 2015 sampai dengan 2021 merupakan Badan Usaha Pelabuhan melaksanakan kegiatan pemanduan dan penundaan kapal tanpa adanya suatu Kerja Sama Operasional (KSO) dengan Badan Pengelolaan (BP) Batam pada wilayah perairan Kabil dan Batu Ampar.
Tidak adanya KSO ini membuat BP Batam tidak memperoleh bagi hasil yang sesuai dari pelaksanaan kegiatan pemandu dan penundaan yang ilegal atau tidak berdasar dan hanya memiliki kerja sama berdasarkan Perkab Nomor 16 Tahun 2012 terkait persentase 20 persen ditunjukkan untuk kapal tunda.
Namun, kegiatan pandu kapal hanya berdasarkan kesepakatan perjanjian kerja sama anatra pihak penyedia (BUP) dan BP Batam. Sedangkan dalam perkara ini tidak ada dasar hukum terkait perjanjian kerja sama tersebut, sehingga PT Bias Delta Pratama tidak menyetor PNBP berupa bagi hasil kepada BP Batam sebesar 20 persen dari pendapatan jasa pemandu dan penundaan kapal.
Perkara ini merupakan pengembangan dari perkara serupa yang dua perusahaan lain, yakni PT Segara Catur Perkasa dan PT Pelayaran Kurnia Samudera telah dinyatakan inkrah (berkekuatan hukum tetap) yang dijatuhi denda pidana sebesar Rp7 miliar.
Sementara itu, penasihat hukum tersangka AJ mempertanyakan penetapan tersangka kliennya oleh Kejaksaan. Karena, kliennya baru menjabat sebagai direktur operasional PT Bias Delta Pratama tahun 2018.
Menurut penasihat hukum, pada rentang waktu tahun 2015-2018 tersebut kewenangan pemberian izin untuk menjalankan jasa pemandu kapal belum diterbitkan oleh BP Batam, tetapi izin tersebut diterbitkan oleh Kemenhub melalui Dirjen Perhubungan Laut.
Selain itu, tersangka AJ secara penuh sebagai direktur operasional diangkat melalui RUPS LB baru terjadi pada tahun 2018 dan pada tahun tersebut KSO dan BP Batam sudah terbentuk.(ant)







