Modus Kuliah di Australia, Penampungan PMI Ilegal di Ruko Bintang Raya Digerebek

138

BATAM, POSMETROBATAM: Unit Perlindungan Perempuan Anak (PPA) Satuan Reskrim Polresta Barelang menggerebek sebuah ruko yang diduga dijadikan tempat penampungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal di Komplek Bintang Raya di Blok B, Nomor 5, Kelurahan Teluk kering, Batam Kota, Batam, Jumat (18/8) malam.

Di lokasi, petugas mengamankan 21 orang calon PMI serta 3 orang tersangka
diantaranya pria berinisial MT (37), perempuan berinisial SD (44) dan perempuan berinisial EY (42). Sementara EY merupakan residivis yang pernah berkasus tahun 2016 silam.

Menurut Kasat Reskrim Polresta Barelang Kompol Budi Hartono, puluhan korban berasal dari Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat dan Kalimantan Barat.

Modusnya, korban akan dikuliahkan di Australia. Terlebih dahulu diberikan pelatihan seperti bahasa Inggris sebelum diberangkatkan. Bahkan korbannya sudah ada yang membayar hingga Rp 60 juta.

“Para korban akan diberangkatkan bekerja ke Australia dan New Zealand,” kata Kompol Budi Hartono, Selasa (22/8).

Budi menyebut, kasus ini terungkap berawal dari informasi masyarakat kalau di lokasi ada calon PMI non prosedural yang ditampung. Setelah diselidiki, dua orang pelaku berhasil diamankan yakni berinisial MT dan SD.

BACA JUGA:  Mulai Januari 2025, Pajak Kendaraan Bermotor di Kepri Naik

Saat diinterogasi, kedua tersangka MT dan SD mengaku bahwa 21 orang calon PMI non prosedural ini akan diberangkatkan untuk bekerja ke Australia dan New Zealand.

Kemudian, setelah dilakukan pengembangan lebih lanjut, terdapat 1 orang tersangka lainnya yakni berinisial EY yang berperan sebagai pengurus atau CEO di kota Batam serta memberikan tempat fasilitas penampungan.

“Saat itu, tersangka EY sedang berada di Jakarta dab berhasil kita amankan,” jelasnya. Ketiga tersangka, memiliki peran masing-masing. Tersangka MT yang merupakan suami dari EY menjemput para korban calon PMI non prosedural di Bandara Hang Nadim menggunakan mobil Toyota Rush berwarna hitam BP 1128 FF untuk ditampung di ruko Bintang Raya, Kelurahan Teluk Tering.

Sedangkan, tersangka SD berperan sebagai penjaga tempat penampungan serta memberi makan sehari-hari calon PMI non prosedural dan melaporkan setiap kegiatan keseharian mereka selama di penampungan kepada tersangka EY.

BACA JUGA:  Kepala BP Batam Terima Kunjungan Insan Pers Riau

Dari pekerjaannya itu, tersangka SD menerima keuntungan sebesar Rp 250 ribu per orang dari tersangka EY secara transfer.

Budi menyebut, tersangka EY berperan sebagai pengurus calon PMI non prosedural di Kota batam. Tak hanya itu, EY juga memiliki koneksi ke agency yang berada di Australia dan New Zealand yakni Jiery Alan Gerungan (WNA Australia).

“Tersangka EY juga sebagai pemilik yayasan yang bergerak dalam bidang kursus Bahasa Inggris, Barista dan Public Speaking yakni Yayasan California Education Centre beralamat di Gedung Baverly Lt. 2 Jl. Engku Putri Kecamatan Batam Kota,” bebernya.

Dalam praktik TPPO ini, tersangka EY mematok harga sebesar Rp 50 juta hingga Rp 85 juta per orang kepada para calon PMI non prosedural sebagai biaya kursus bahasa calon PMI, tempat penampungan serta kebutuhan lainnya hingga tiba di dua negara tujuan.

“Jumlah keuntungan yang diterima EY yakni sebesar Rp 11 juta meliputi, Rp 5 juta untuk biaya les bahasa Inggris calon PMI, Rp 3 juta tempat penampungan dan Rp 3 juta lagi merupakan sisa dari pada tarif yang ditentukan oleh EY yakni per orang Rp 50 juta hingga Rp 85 juta,” tuturnya.

BACA JUGA:  Ansar Gunakan Teori Gula dan Semut untuk Tingkatkan Investasi

Selain mengamankan para tersangka, Polisi turut menyita barang bukti berupa 1 unit mobil Toyota Rush warna hitam dengan BP 1128 FF, 8 buah dokumen paspor, 7 lembar bukti transfer ke rekening Yayasan California Education Centre, 1 lembar kwitansi pembayaran ke Yayasan California Education Centre, 1 unit handphone merk Oppo berwarna hitam, 1 unit handphone merk Oppo berwarna biru metalik, 1 unit handphone merk Samsung berwarna hitam, 1 buah buku rekening BRI atas nama Yayasan California Education Centre.

Atas perbuatannya, ketiga tersangka di jerat Pasal 81 junto Pasal 83 UU RI Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja junto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 e KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 15 miliar.(cnk)