Ahli UGM: Perjanjian Nominee Yang Tidak Melibatkan Unsur Asing Tidak Dilarang Undang-Undang

69

Prof Nindyo Tegaskan Pembuat Akta Bertanggung Jawab Atas Akta yang Ditandatangani

Posmetrobatam.co: Dalil-dalil gugatan Nany Widjaja terhadap PT Jawa Pos terkait sengketa kepemilikan saham PT Dharma Nyata Press (DNP) dimentahkan oleh Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (UGM) Prof Dr Nindyo Pramono, dalam sidang di Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu (19/11/2025). Nindyo yang menjadi salah satu pembuat Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT), menyatakan bahwa tidak semua perjanjian nominee atau pinjam nama dilarang, justru terdapat perjanjian nominee yang diperbolehkan undang undang.

Nany dalam dalil gugatannya, salah satunya mempermasalahkan perjanjian nomine antara dirinya dengan PT Jawa Pos terkait kepemilikan saham PT DNP. Pendapat Nindyo sebagai ahli yang dihadirkan PT Jawa Pos tersebut sekaligus membantah dalil Nany selaku penggugat yang mengeklaim bahwa perjanjian nominee dilarang dalam Pasal 33 Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Menurut Nindyo, penafsiran pihak Nany terhadap pasal tersebut salah kaprah.

BACA JUGA:  Mahasiswa Unrika Ajak Seluruh Elemen Masyarakat Menahan Diri Terkait Polemik Pulau Rempang

“Subjek yang dilarang dalam Pasal 33 itu penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing. Pasal 33 tidak dapat diterapkan untuk orang lokal dengan penanam modal dalam negeri” ujar Nindyo dalam persidangan.

Pasal dalam undang-undang itu dibuat untuk melindungi kepentingan nasional. Sebab, ketika itu marak perusahaan asing pinjam nama orang lokal agar bisa berbisnis di Indonesia. Undang-undang itu tidak berlaku apabila kedua subjek dalam perjanjian nominee sama-sama pihak dalam negeri. “Undang-Undang PT tidak ada larangan tentang nominee,” tuturnya.

Nindyo menambahkan, segala tindakan nominee atau orang yang namanya dipinjam, selalu di bawah kendali pihak yang meminjam namanya. Perjanjian nominee bisa dilakukan secara tertulis maupun tidak tertulis. Perjanjian itu akan langsung berlaku ketika para pihak sepakat untuk mengikatkan diri. Perjanjian ini dibuat berdasarkan kesepakatan antara legal owner dengan beneficiary owner.

BACA JUGA:  Temukan Permasalahan, Wako Tanjungpinang Rombak Stuktur RT dan RW

“Legal owner itu orang yang secara formal sebagai pemegang saham dalan perjanjian nominee, sedangkan beneficiary owner sebagai penerima manfaat. Siapa yang berhak atas kepemilikan saham? Beneficiary owner selaku penerima manfaat (PT Jawa Pos),” tutur Nindyo yang juga pakar hukum bisnis.

Nindyo juga berpendapat terkait pembuat akta pernyataan yang mendalilkan bahwa akta tersebut melanggar hukum. Jika kasus seperti itu, maka yang bertanggung jawab terhadap akta melawan hukum itu adalah pembuatnya, bukan pihak ketiga yang tidak ikut menandatangani akta itu.

Secara terpisah, pengacara PT Jawa Pos, E.L. Sajogo, mengatakan bahwa berdasarkan pendapat Nindyo, secara tegas dijelaskan bahwa undang-undang tidak melarang perjanjian nominee antar PMDN dan WNI, sebagaimana PT Jawa Pos meminjam nama Nany untuk membeli saham PT DNP.

BACA JUGA:  Forum Bisnis Uganda-Indonesia: Momen Strategis Tingkatkan Kerja Sama Bilateral

“Mengenai kepemilikan saham Jawa Pos di Nyata dengan perjanjian nominee tidak dilarang oleh undang-undang,” kata Sajogo.

Selain itu, Nany juga mendalilkan bahwa Akta Pernyataan nomor 14 tahun 2008 dibuat secara melawan hukum. Padahal, akta yang menyatakan PT Jawa Pos sebagai pemegang saham PT DNP tersebut dibuat oleh Nany sendiri. “Maka kalau akta tersebut dianggap melawan hukum, yang bertanggung jawab terhadap akta tersebut Bu Nany selaku pembuatnya, bukan PT Jawa Pos selaku pihak ketiga yang tidak ikut menandatanganinya,” tutur Sajogo.