Rumah itu terletak di tengah kebun. Sangat terpencil. Ada banyak ternak babi di sekitarnya. Kondisi rumah dan letaknya, jelas sangat tidak menarik perhatian. Persisnya rumah itu terletak di Dusun Bojong, Rengasdengklok, Kabupaten Karawang.
Si pemilik rumah adalah, Djiaw Kie Siong. Seorang saudagar Tionghua, yang dilahirkan di Pisangsambo, Tirtajaya, Karawang, Jawabara. Ia dilahirkan sekitar tahun 1880.
Di rumah itulah seperti digambarkan Bung Karno yang dilansir dari situs Ensiklopedia Indonesia, tokoh Proklamator Sukarno dan Muhammad Hatta dititipkan. Peristiwa inilah yang kita kenal dengan peristiwa Rengasdengklok. Sebuah sejarah yang mencatatkan runtutan diproklamirkannya Indonesia menjadi sebuah Negara yang merdeka.
Peristiwa Rengasdengklok mungkin sebuah peristiwa sejarah yang sudah kita ketahui bersama. Peristiwa yang terjadi persis 79 tahun yang lalu, di mana Sukarno dan Muhammad Hatta diculik oleh sejumlah pemuda seperti Soekarni, Wikana, Aidit, dan Chaerul Saleh dari perkumpulan Menteng 31. Kedua tokoh bangsa tersebut dibawa ke daerah Rengasdengklok, pagi-pagi sekali, 16 Agustus 1945.
Nah, di Rengasdengklok ini, Sukarno-Hatta dititipkan di kediaman seorang saudagar Tionghoa bernama Djiaw Kie Siong. Awalnya, Calon Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia tersebut ditempatkan di sebuah gubuk tua, persis di pinggir kali dekat sawah yang tak layak kondisinya.
Atas usulan KH. Darip, pejuang dari Klender, keduanya dibawa ke kediaman Djiaw Kie Siong ini. Tempat Bung Karno dan Bung Hatta diinapkan oleh para pemuda yang terdiri dari Adam Malik, Chaerul Saleh, serta Sukarni.
Para pemuda ini oleh berbagai sumber dikisahkan telah menculik Sukarno-Hatta serta menuntut agar kemerdekaan Indonesia diproklamasikan segera. Di rumah ini pula naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia dipersiapkan dan ditulis.
Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia rencananya akan dibacakan pada 16 Agustus 1945 di rumah tersebut.
Naskah teks Proklamasi sudah ditulis di rumah itu. Bendera Merah Putih sudah dikibarkan para pejuang Rengasdengklok sehari sebelumnya, 15 Agustus, karena mereka memprediksi bahwa keesokan harinya Indonesia akan merdeka.
Ketika naskah proklamasi akan dibacakan, tiba-tiba sore, 16 Agustus 1945, datanglah Ahmad Subardjo, anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
Ia mengundang Bung Karno berangkat ke Jakarta untuk membacakan proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur 56.
Djiaw adalah seorang petani kecil. Ia merelakan rumahnya ditempati oleh para tokoh pergerakan yang kelak menjadi bapak bangsa. Hingga kini rumahnya masih dihuni oleh keturunannya.
Lelaki yang meninggal pada 1964 tersebut pernah berwasiat, keluarga yang menempati rumah bersejarah itu harus bersabar.
Dia meminta agar pewarisnya kelak tak merengek minta-minta sesuatu kepada pihak mana pun.
Bahkan, dia meminta penerusnya harus rela setiap hari menunggui rumah mereka demi memberi pelayanan terbaik kepada para tamu yang ingin mengetahui sejarah perjuangan bangsa.
Djiaw praktis hampir tidak dikenal ataupun tercatat dalam sejarah. Mayjen Ibrahim Adjie pada saat masih menjabat sebagai Pangdam Siliwangi, pernah memberikan penghargaan kepada Djiaw dalam bentuk selembar piagam nomor 08/TP/DS/tahun 1961.(jpg)