TPPO Dikategorikan Kejahatan Berat, Jaksa di Kepri Jelaskan Bentuk dan Modus Operandinya…

51

Batam, Posmetrobatam.co: Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepri memberikan edukasi tentang pencegahan dan memutus mata rantai tindak pidana perdagangan orang (TPPO). TPPO ini dikategorikan sebagai kejahatan berat terhadap hak asasi manusia.

Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Kepri, Yusnar Yusuf berharap kecamatan di Kota Batam berperan aktif dalam pencegahan TPPO dengan cara meningkatkan kesadaran masyarakat.

“Meningkatkan kesadaran masyarakat dengan mengikuti program penyuluhan, deteksi dini, memberi informasi dan melaporkan jika terjadi dugaan TPPO, waspada terhadap tawaran kerja mencurigakan dan memberikan dukungan kepada para korban TPPO,” kata Yusnar dalam acara Musyawarah Pimpinan Kecamatan (Muspika) Sagulung, Kota Batam, Kamis (11/9).

Edukasi tentang TPPO ini diikuti Camat Sagulung, para lurah, Babinsa, Bhabinkamtibmas, pengayom wilayah, kader PKK, kader posyandu, forum RW, pengurus Lembaga Ada Melayu (LAM), tokoh masyarakat dan perwakilan warga.

BACA JUGA:  Pemprov Kepri Siapkan Seragam Gratis Bagi Siswa SMA,SMK & SLB

Dalam kegiatan tersebut disampaikan bahwa faktor kemiskinan, pendidikan rendah, kurangnya lapangan pekerjaan, informasi palsu, atau menyesatkan, permintaan tinggi untuk pekerja murah dan faktor geografis menjadi penyebab terjadinya TPPO.

Yusnar menjelaskan beberapa bentuk TPPO, yakni eksploitasi seksual, perdagangan anak, kerja paksa, perdagangan organ tubuh, perbudakan domestik.

“Modus operandi TPPO yang sering terjadi, yakni rekrutmen/eksploitasi pekerja migran Indonesia (PMI), pengantin pesanan, penculikan, perekrutan anak jalanan dan magang pelajar atau mahasiswa,” ujarnya.

TPPO, kata dia, dikategorikan sebagai kejahatan berat terhadap hak asasi manusia yang terjadi di seluruh belahan dunia. TPPO merupakan tindak pidana luar biasa (extra ordinary crime) dan kejahatan lintas negara (transnasional crime) yang sering melibatkan sindikat lintas negara dengan korban terbanyak adalah perempuan dan anak.

BACA JUGA:  Jamwas Kejagung Inspeksi di Kepri Tekankan Pengawasan Mencegah Penyalahgunaan Wewenang Oknum Aparat

Dia mengungkapkan, Kepri selain merupakan salah satu daerah asal para korban TPPO, juga merupakan daerah transit TPPO karena letaknya dekat dengan beberapa negara khususnya Singapura dan Malaysia.

“Pada tahun 2024 Kepri termasuk dalam 10 provinsi terbesar penyumbang korban TPPO,” imbuhnya.

Lebih lanjut Yusna mengatakan, perang terhadap TPPO tidak bisa dilakukan sendiri, melainkan harus gerakan bersama.

Oleh karena itu, Kejati Kepri mendorong kolaborasi lintas sektoral, baik pemerintah, swasta, masyarakat, LSM nasional maupun internasional untuk memutus mata rantai perdagangan orang.

Dia menjelaskan TPPO adalah bentuk perbudakan modern, bukan hanya pelanggaran hukum tetapi juga luka kemanusiaan.

“Dampak TPPO menyebabkan korban mengalami trauma, depresi, penyiksaan, pelecehan seksual, bahkan kematian, stigma negatif dan dikucilkan masyarakat,” ujarnya.

BACA JUGA:  Gubernur Kepri Hadiri Pengukuhan PSMM Tanjungpinang 2023-2027

Selain itu, kata dia, citra negara juga rusak di mata dunia karena dianggap gagal melindungi warganya, kerugian ekonomi akibat hilangnya potensi SDM dan pengeluaran biaya besar dalam menangani kasus TPPO.

Untuk mencegahnya, menurut dia, diperlukan beberapa upaya, yaitu sosialisasi dan edukasi masyarakat secara massif, pengawasan dan pemberantasan situs digital, penguatan kebijakan dan regulasi, peningkatan pendidikan dan keterampilan, pemberdayaan ekonomi, pengawasan terhadap agen tenaga kerja, dan penegakan hukum.

“Pemberantasannya diperlukan penindakan hukum tegas terhadap pelaku, perlindungan, dan rehabilitasi korban. Kerja sama internasional dan nasional, serta pembentukan gugus tugas pencegahan TPPO yang sekarang sudah berjalan,” kata Yusnar.(ant)