”Siti Khadijah? Syekh Maimoen?”. Pertanyaan itu disampaikan salah satu petugas pemakaman Al Ma’la, Abdurrahman, kepada rombongan jamaah haji dari Grobogan, Jawa Tengah, yang baru saja memasuki gerbang komplek pemakaman yang berada di sebelah utara Masjidil Haram itu.

Sang penjaga makam seakan tahu, bahwa makam dua sosok itu lah yang biasa diziarahi para jemaah asal Indonesia. Nama pertama adalah Siti Khadijah, istri Rasulullah Muhammad SAW, dan nama kedua adalah ulama kharismatik tanah air, almarhum KH Maimoen Zubair.

Di pemakaman Al Ma’la inilah, kiai sepuh yang akrab dipanggil Mbah Moen wafat di Makkah pada 6 Agustus 2019 silam (di tengah-tengah musim haji kala itu) disemayamkan. Sejak saat itu pula, makam pengasuh Ponpes Al-Anwar, Sarang, Rembang, itu nyaris tak pernah sepi peziarah.

BACA JUGA:  Inilah Cara Paling Efektif Untuk Mengatasi Bibir Kering dan Pecah

Jumlah peziarah bahkan makin banyak di saat masuk musim haji. Sebagian jemaah asal Indonesia bahkan menjadikan ziarah ke makam Mbah Moen sebagai salah satu agenda yang sudah terjadwal sejak awal.

Rata-rata, jemaah Indonesia berziara ke pesarean Mbah Moen selepas salat subuh di Masjidil Haram. Jaraknya memang tak jauh. Hanya sekitar 1 kilometer. Butuh waktu 10-15 menit berjalan kaki.

Tidak sulit menuju makam sang ulama kharismatik itu. Letaknya mepet dengan pagar yang bersebelahan dengan jalan utama, Al Hujoon Street. Tepatnya di makam nomor 151 baris keempat.

Saat matahari masih malu-malu menunjukkan sinarnya, makam Mbah Moen sudah ramai diziarahi. Gelombang rombongan jemaah haji dari Indonesia datang silih berganti. ”Bersama rombongan, kami memang sengaja ingin ke sini. Selain berziarah ke makam istri Rasulullah, juga ke pesarean Mbah Moen,” kata Untung, jemaah asal Grobogan.

BACA JUGA:  Mau Tahu Manfaat Buah Sawo, Inilah Paling Efektif Menjaga Kesehatan Kulit Bahkan Cegah Kanker

Di sana, rombongan itu menggelar kegiatan yang biasa mereka lakukan di tanah air, yasinan dan tahlilan, sekaligus memanjatkan doa terbaik untuk sang ulama kharismatik.

Lain lagi yang diungkapkan Karsono, jemaah lain. Dia mengaku memiliki memori kuat dengan Mbah Moen. ”Meski bukan santrinya beliau, saya rutin ikut pengajian beliau saat singgah di Batang,” katanya.

Biasanya, para peziarah datang ke Pemakaman Al Ma’la pada pagi setelah subuh. Sebab, pemakaman ini memang tidak buka selama 24 jam. Biasanya tutup setelah pukul 15.00 waktu setempat.

Sejak disemayamkan lima tahun silam, hingga kini makam Mbah Moen masih sangat terawat. Bentuknya sangat sederhana. Berupa hamparan pasir yang sangat datar, lalu di atasnya terdapat batu sebagai penanda.

BACA JUGA:  Perkenalkan Azizah Salsha, Istri Pratama Arhan yang Doyan Main Golf

Di Batu yang cat putihnya sudah mulai memudar itu, terdapat tulisan berbahasa Arab yang berbunyi ”Syech Maimun”.

Sebenarnya, tahun 2023 lalu, makam Mbah Moen sempat hendak dipindahkan oleh pengelola. Sebab, sesuai aturan, makam itu akan dibongkar setiap 3-4 tahun. Untuk diisi jenazah-jenazah baru.

Namun, saat dibongkar, ternyata jasad sang ulama khos itu masih utuh. Sesuai aturan Kerajaan Arab Saudi, seluruh jenazah di Al Ma’la yang masih utuh tidak boleh dipindahkan. Karena itu, jasad Mbah Moen masih berada di sana hingga kini. (jpg)