BATAM, POSMETROBATAM: Ada saja yang datang untuk meluapkan kekesalan. Kini giliran emak-emak warga Kampung Belimbing, Sungai Panas, Batam, Kepulauan Riau yag membawa ember kosong dan pakaian kotor ke kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam atau dulunya otorita Batam ini.
Keluhan mereka masih sama, seputar air yang tak mengalir. “Sudah beberapa kali kami datang ke sini. Malamnya air hidup sampai dua tiga hari. Tapi mati lagi, sampai kini,” kata Emi, perwakilan warga, Selasa (8/8/2023) pagi.
Emi mengakui, suasana pagi itu memang tak disenangi. Tapi jika persoalan air ditanggapi serius, katanya, aksi ini mungkin tak akan terjadi. “Kami pun malu kayak gini. Bagaimana cara kami mendapatkan air? Jangan cuma janji. Ini sudah berlarut-larut,” timpal warga lainnya.
Emi menilai, tanki air itu bukan lagi solusi. “Kami antri air tanki, sampai berebut, kejar-kejaran, sampai parang-parangan, bermusuhan dengan tetangga gara-gara berebut air,” timpalnya. Lanjut dia, kalau ada air, warga tak mungkin mengadu ke sini.
Sementara itu, Uba Ingan Sigalingging, wakil rakyat yang mendampingi warga Kampung Belimbing, menyebut, kondisi ini menggambarkan hilangnya rasa percaya warga kepada pemerintah
untuk mengelola air. Baik Badan Usaha SPAM Batam ataupun lainnya. “Warga menganggap BP Batam tak serius, faktanya sampai hari ini airnya bermasalah,” kata Anggota Komisi I DPRD Kepri ini.
Setahu Uba, solusi berupa tanki air itu hanya dalam keadaan darurat. Uba mencontohkan, misalnya gempa bumi dan bencana alam lainnya. “Tapi sepanjang yang kita ketahui, gempa bumi atau bencana alam yang menutup akses air bersih tak ada di Batam, tapi warga diberi solusi air tanki oleh pengelola air,” jelas Uba.
Secara prinsip, Uba mengatakan, ini merupakan pelanggaran HAM. Sebab air adalah hak dasar. Air tak bisa digantikan. “Kalau listrik mati bisa pakai lilin dan lainnya untuk menerangi. Tapi kalau air mati, enggak mungkin emak-emak ini nyuci pakai oli,” singgungnya.
Sementara Djohan Effendy, General Manager SPAM Hilir, BU SPAM kepada warga mengakui kondisi yang terjadi. Menurut Djohan, beberapa bulan lalu sisi produksi terbatas sampai saat ini. “Projek memasuki tahap akhir. Kalau ibarat beli motor baru, mesinnya harus kita tes dulu pelan-pelan. Belum bisa dipaksa karena ini untuk jangka panjang,” kata Djohan.
Menurut dia, ini juga sudah disampaikan pihaknya
di awal pertemuan lalu. Kampung Belimbing yang berada di stress area atau ujung pipa membutuhkan waktu lebih dibandingkan wilayah yang berdampak lainnya. “Jadi yang berdampak, bisa menampung air sebanyak-banyaknya,” imbaunya.
Pihaknya memastikan, butuh waktu secara teknis untuk membangun jaringan selain masalah produksi yang terbatas. “Kami tak bisa menyedot air dari waduk tapi diolah dulu baru disalurkan ke pelanggan,” timpalnya.
Sekali lagi Djohan memahami kegelisahan warga. Tapi pihaknya meminta tolong dipahami. “Ini sudah dilaksanakan sekitar Februari, target Agustus, mudah-mudahan September beroperasi penuh. Kita berharap aliran ke Kampung Belimbing bisa lancar tapi tak janji bisa hidup 24 jam,” tutupnya.(cnk)