Tak Bisa Dilakukan Sendiri, Kejati Kepri Ajak Stakeholder Gerak Bersama Berantas TPPO

52

Tanjungpinang, Posmetrobatam.co: Seluruh pemangku kepentingan terkait (stakeholder) di Kepri diminta untuk bersatu memerangi Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

“Perang terhadap TPPO tidak bisa dilakukan sendiri, melainkan harus menjadi gerakan bersama,” kata Kepala Seksi C (Terorisme dan Lintas Negara) pada Bidang Tindak Pidana Umum Kejati Kepri, Alinaex Hasibuan dalam dialog interaktif Jaksa Menyapa di Tanjungpinang, yang disiarkan dalam keterangan tertulis, Rabu (6/8).

Naex menjelaskan, TPPO merupakan kejahatan antar negara yang bertentangan dengan harkat, martabat kemanusiaan, dan melanggar hak asasi manusia (HAM).
Perdagangan orang kejahatan yang terorganisir, didukung kemajuan teknologi informasi, komunikasi dan transportasi yang memberi akses kepada kejantanan tersebut menjadi terstruktur dan sistematis.

Dia menyebut, persoalan TPPO juga menjadi atensi dunia, di mana PBB mengadakan konferensi mengenai pencegahan, penekanan dan penghukuman perdagangan manusia, khususnya perempuan dan anak yang melengkapi konvensi PBB terhadap kejahatan transnasional yang terorganisir.

BACA JUGA:  Kejati Kepri Siap Eksekusi Kapal Super Tanker MT Arman 114

“Modus TPPO seperti menjadikan asisten rumah tangan, duta seni/budaya/beasiswa, perkawinan pesanan, penipuan melalui program magang kerja ke luar negeri, pengangkatan anak, jeratan utang, penculikan anak, umroh, hingga tenaga kerja ke luar negeri,” ujarnya.

Menurut dia, beberapa faktor terjadinya perdagangan orang antara lain, dikarenakan budaya patriaki (objektivitas seksual perempuan, nilai keperawanan, komoditas), tuntutan aktualisasi perempuan, kemiskinan, pendidikan dan keterampilan rendah, nikah usia muda, tradisi perbudakan dan eksploitasi perempuan, sikap permisif terhadap pelacuran, urban life style, pembangunan belum menyentuh daerah terpencil, dan terbatasnya lapangan pekerjaan.

Naex mengungkapkan beberapa proses terjadinya TPPO biasanya melalui perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman pemindahan, dan penerimaan seseorang.

“Ada beberapa cara pelaku TPPO melaksanakan aksinya,” ungkap dia.

BACA JUGA:  Gubernur Ansar Sambut Kajati Kepri yang Baru, Jehezkiel Devy Sudarso

Yakni, lanjut dia, menggunakan ancaman kekerasan atau menggunakan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan uang dan memberikan bayaran atau manfaat.

Tujuan dari TPPO, kata Naex, adalah eksploitasi terhadap korban, contohnya pelacuran, kerja, atau pelayanan paksa, perbudakan/praktek serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik seksual, organ reproduksi/secara melawan hukum memindahkan/mentransplantasi organ/jaringan tubuh, memanfaatkan tenaga kemampuan seseorang.

Naex juga mengungkapkan macam-macam latar belakang pelaku TPPO, baik itu profesi, maupun status sosial di antaranya, orang terdekat, keluarga, agen/calon/sponsor, sindikat perdagangan orang, oknum perusahaan perekrutan tenaga kerja, oknum aparat pemerintahan, oknum pengajar, jasa travel, pegawai/pemilik perusahaan, dan pengelola tempat hiburan.

BACA JUGA:  Peringatan Hari Anti Korupsi di Kejati Kepri: Teguhkan Integritas dan Transparansi

Adapun kerugian yang dialami korban TPPO berdasarkan Pasal 48 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO, yakni kehilangan kekayaan atau penghasilan, penderitaan, biaya untuk tindakan perawatan medis dan/atau psikologis.

Oleh karena itu, Naex berharap seluruh pemangku kepentingan dan elemen masyarakat dapat berperan aktif serta bersinergi dalam pencegahan dan pemberantasan TPPO.

“Kejati Kepri mendorong kolaborasi lintas sektoral baik pemerintah, swasta, masyarakat, LSM nasional maupun internasional untuk memutus mata rantai perdagangan orang,” kata Naex.

Dia menambahkan, melalui penegakan hukum yang tegas, pendekatan perlindungan korban yang berkeadaban serta sinergi nasional dan internasional diharapkan Kepri dapat menjadi benteng yang kuat dalam mencegah serta memberantas TPPO.(ant)