Sindikat Pemalsuan Sertifikat Tanah di Kepri Disinyalir Buat di Pasar Pramuka Jakarta Timur

223

Tanjungpinang, Posmetrobatam.co: Sebanyak 247 pemohon yang tersebar di Kota Tanjungpinang, Bintan dan Batam menjadi korban penipuan sertifikat palsu yang diungkap Satgas Antimafia Tanah Polresta Tanjungpinang bersama Polda Kepri. Masyarakat bisa membuat pengaduan ke Polresta Tanjungpinang. Hal ini sebagai mitigasi agar tak ada lagi masyarakat yang menjadi korban mafia tanah.

“Kami berkolaborasi dengan BPN membuat mitigasi pengaduan masyarakat yang apabila masih ada yang ditipu dan dirugikan, silakan melapor ke kami, Satgas Mafia Tanah, kepolisian, pemerintah daerah juga, kemudian ke BPN,” kata Kapolresta Tanjungpinang Kombes Pol. Hamam Wahyudi, Minggu (6/7).

Hamam menyebut, setelah menangkap tujuh pelaku penipuan sertifikat tanah yang korbannya tersebar di Tanjungpinang, Bintan dan Batam, pihaknya masih terus mengembangkan penyidikan untuk menelusuri pelaku lain dan korban lainnya.

Ketujuh pelaku, yakni ES, RAZ, MR, ZA, LL, KS dan AY. Pelaku RAZ yang tinggal di Jakarta, berperan sebagai pembuat sertifikat palsu, termasuk aplikasi dan situs palsu menyerupai BPN.

BACA JUGA:  BRI Hadir di Ujung Negeri, Semangat BRILian Tak Pernah Padam

Penyidik mendalami, apakah RAZ juga melayani pembuatan sertifikat palsu selain di Kepri.

“Kemungkinan itu masih terus kami dalami, termasuk korban, apakah ada kemungkinan di daerah lain di luar tiga wilayah tadi,” ujarnya.

Ketujuh pelaku telah menjalani aksinya sejak 2023 hingga Juni 2025, sebanyak 247 pemohon menjadi korban, dengan nilai kerugian mencapai Rp16,84 miliar.

Menurut Kasatreskrim Polresta Tanjungpinang AKP Agung Tri Poerbowo, ketujuh pelaku tidak memiliki pengalaman bekerja di BPN, dan tidak ada keterkaitan dengan internal BPN.

Dalam menjalankan aksinya, pelaku menjaring korban melalui media sosial, dan kenalan ke kenalan. Sehingga korban tidak ke kantor BPN ketika memohon pembuatan sertifikat.

Kemudian cara pelaku mendapatkan tanah untuk dijual, yakni memanfaatkan keanggotaan pelaku sebagai organisasi masyarakat (ormas) LKPK, menduduki tanah negara, lalu dikuasai dan diperjualbelikan secara ilegal.

BACA JUGA:  1.216 Kasus Kecelakaan Lalu Lintas di Kepri 50 Persen Dialami Pemotor, 124 Nyawa Melayang

“Ada beberapa modus yang dilakukan, ada yang menguasai lahan dulu, mengklaim, menyampaikan lahan dalam pengawasan mereka, lalu ditawarkan ke pembeli,” kata Agung.

Tapi ada juga masyarakat yang memiliki lahan, lalu meminta tolong kepada pelaku untuk dibuatkan sertifikat tanahnya.

Sementara itu, guna mencegah korban berulang, Kanwil BPN Kepri mengimbau masyarakat untuk melakukan pengurusan administrasi pertanahan dengan datang langsung ke kantor BPN terdekat.

“Kami mengimbau kepada pemohon supaya permohonannya (sertifikat) dilakukan di kantor BPN, jangan melalui yang lain,” kata Kepala Kanwil BPN Kepri Nurus Sholichin di Mapolda Kepri, Kamis (3/7).

Dalam kasus ini, penyidik menyita barang bukti 44 sertifikat dan dokumen lainnya dengan rincian, di Kota Batam sebanyak 10 sertifikat elektronik diduga palsu terdiri atas 2 SHGU elektronik, 1 SHGU analog, 5 SHGB elektronik dan 2 SHGB analog; dua dokumen berupa gambar peta lokasi; 12 dokumen berupa faktur tagihan uang wajib tahunan (UTW) BP Batam; dua dokumen kop BP Batam; tiga lembar kertas kuning seolah-olah bukti pembayaran UWT dari bank.

BACA JUGA:  Aparat Gabungan Razia Tempat Hiburan Malam Planet 3 Batam

Lalu di Kota Tanjungpinang 17 SHM analog, 47 bundel surat permohonan dengan fotokopi KTP; 18 fotokopi sertifikat hak milik, 20 rangkap formulir kosong perihal permohonan kepada pemilik. Di Kota Bintan, terdapat 3 SHM elektronik, 14 SHM analog.

Sementara itu, pelaku RAZ yang tinggal di Jakarta diduga membuat sertifikat palsu tersebut di Pasar Pramuka Pojok atau Pasar Matraman di Jalan Pramuka Raya, Kelurahan Palmeriam, Kecamatan Matraman, Jakarta Timur. Tempat tersebut dikenal sebagai pusat jasa pengetikan skripsi dan pencetakan dokumen palsu.

Para pelaku telah mencetak 44 sertifikat palsu terdiri atas 10 sertifikat elektronik dan 34 sertifikat analog berupa SHM, HGB dan sebagainya. Dengan total kerugian masyarakat sebesar Rp16,84 miliar.(ant)