Metro Forum Bersama Uba Ingan Sigalingging: Nilai 6 untuk Kepemimpinan ASLI

58

Setidaknya, sejak dilantik pada 20 Februari 2025, lalu, kepemimpinan Wali Kota Batam Amsakar Achmad dan Wakil Wali Kota Batam Li Claudia Chandra mulai terhitung untuk

bekerja membangun Batam lebih baik lagi.
Seperti yang dirilis di Media Centre Batam, 21 mei 2025 lalu, “Batam Berdaya Saing, Langkah Nyata Amsakar – Li Claudia di 100 Hari Pertama”. Sejumlah program strategis

mulai digulirkan dengan semangat kerja cepat dan terukur.
Penanganan kebersihan kota melalui penambahan alat berat dan armada, seperti buldoser, 14 unit arm roll, dan 40 bin container, dalam upaya mewujudkan Batam Bersih.
Dalam bidang sosial, Pemerintah Kota Batam menyalurkan bantuan langsung kepada 2.000 lansia dengan nilai Rp300.000 per bulan.
Di bidang pendidikan, beasiswa diberikan kepada warga Batam yang berhasil lulus Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT) ke tujuh perguruan tinggi negeri berperingkat

Baik di Indonesia.
Pemerintah Kota Batam juga menambah 13 unit bus Trans Batam sebagai bagian dari solusi untuk mengurangi kemacetan dan menciptakan sistem transportasi yang aman

dan nyaman.
Pelebaran jalan sudah mulai dikerjakan di sejumlah titik strategis seperti ruas Kepri Mall–Batamindo, Batu Aji, dan akses menuju Cikitsu.
“Bekerja cepat bukan hanya janji, tapi kewajiban. Batam harus bergerak lebih gesit untuk menjawab kebutuhan warganya. Semua program ini dirancang agar manfaatnya

langsung dirasakan oleh masyarakat,” tegas Amsakar dalam rilis tersebut.
Ada juga program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) berbasis Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang diperuntukkan bagi seluruh warga Batam pemilik KTP

Batam.
Pemerintah Kota Batam juga memberikan insentif kepada para penggerak masyarakat seperti ketua RT, RW, LPM, kader posyandu, imam masjid, guru ngaji, mubaligh, dan

pendeta, sebagai bentuk apresiasi atas kontribusi mereka dalam menjaga keharmonisan di tengah masyarakat.
Ada pula perluasan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan untuk 13.500 driver ojek online dan penambang pancung, serta penyediaan pinjaman modal usaha tanpa agunan dan

bunga nol persen hingga Rp20 juta untuk pelaku usaha mikro dan kecil.
Untuk Pendidikan, Pemerintah Kota Batam juga menyalurkan seragam gratis bagi seluruh siswa SD dan SMP se-Kota Batam, serta memberikan bantuan biaya sekolah untuk

siswa kurang mampu yang bersekolah di lembaga swasta dengan mengacu pada data DTKS. Tak ketinggalan, program beasiswa pendidikan tinggi juga disiapkan khusus

bagi masyarakat kurang mampu serta warga dari wilayah hinterland.
“Seluruh program ini kami kawal secara menyeluruh, mulai dari perencanaan hingga realisasi. Ini bagian dari komitmen kami untuk menghadirkan kebijakan yang berpihak dan

tepat sasaran,” ujar Li Claudia.
Kinerja anggaran Kota Batam pun menunjukkan hasil yang membanggakan. Pada triwulan I Tahun Anggaran 2025, realisasi pendapatan Kota Batam tercatat mencapai 32,80

persen, menempatkan Batam di posisi kelima secara nasional. Di atas Batam adalah Kota Denpasar dengan capaian 34,52 persen, disusul Bau-Bau, Banjarbaru, dan

Bukittinggi.

Namun Kali ini, Metro Forum Posmetro Batam mencoba mengulas beberapa hal yang berhubungan dengan seratus hari kerja, pemerintahan Amsakar – Li Claudia. Untuk

membahas ini, seperti bias, Host Metro Forum Kapten Hary, hadir berdiskusi dengan seorang politisi dan juga pendiri LSM Gebrak, Uba Ingan Sigalingging. Berikut petikan

diskusinya:

Pembahasan kita soal 100 hari kepemimpinan pasangan ASLI yang sudah menjadi Walikota dan Wakil Walikota Batam sekaligus Kepala BP dan Kakil Kepala BP Batam. Tentu

kita sebagai masyarkat berhak untuk tahu, seperti apa yang sudah dilakukan pemimpin kita membawa bawa akan lebih baik, stagnan, atau justru tidak ada perkembangan.

Kali ini kita hadirkan narasumber untuk mengkoreksi atau mengkritisi apa yang sudah dilakuklan pemimpin kita. Hadir bersama kita mantan anggota DPRD Batam, Mantan

Anggota DPRD Kepri, sekaligus pendiri LSM Gebrak; Bung Uba (Uba Ingan Sigalingging). Kita ingin tahu apa yang sudah dilaukan kepemimpinan pasangan ASLI, Apakah

sudah on the track? Menurut Bung Uba seperti apa?
Perlu kita sampaikan bahwa seratus hari sebagai tolokukur untuk kita menilai kebijakan atau program pemerintah daerah kedepan. Artinya seratus hari sebagai dasAr. Kalau

kita memandang apakah seratus hari sudah berjalan sesuai visi misi. Saya melihat visi misi atau program prioritas Pak Am )Amsakar Achmad), bahwa ada satu, program

utama itu semuanya bertujuan untuk keadilan ekonomi. Namun, kalau satu dari indikator keadilan itu, selama seratus hari ini, keadilan itu untuk masyuarakat mana? Jujur

saya bertanya tanya selama seratus hari ini tidak ada kegiatan di masyarakat hinterland. Kalau kita lihat di misi, mau pun diprioritas, tentu harus dimulai dari masyarakat yang

memiliki akses yang paling minim. Sebagai walikota tentunya. Di sini saya lihat ada semacam ketimpangan yang kedepannya kalau tidak dikoreksi akan terkesan mengabaikan

hak hak masyarakt yang memang memiliki minim akses, teruma masyarakat hinterland. Yang kedua tentunya, saya merasa ini terbalik. Bahwa Pak Am ini kan Walikota ex-

officio kepala BP Batam ya, tapi dalam praktenya saya lihat, Kepala BP Batam ex-officio Walikota Batam.

Maksudnya?
Ya kenapa? Karena hampir semua kegiatan lebih berbicara tentang investasi-investasi. Memang, Walikota Batam juga tujuannya investasi. Tapi ada tanggung jawab

pemerintah daerah tentang pendidikan, kesehatan dan sosial. Dan tentunya ini menjadi tanggungjawab kita semua.

Kita coba masuk, kepada hal yang banyak masyarakat ingin tahu. Soal keluhan air bersih. Bahkan dulu, Bung Uba juga pernah demo sendiri. Demo tunggal. Gara gara air

bersih yang tak mengalir. Sekarang masyarakt juga masih merasakan. Bung Uba melihat apakah ada perubahan?
Secara kuantitas saya lihat, lebih baik. Tapi secara kualitas, ini saya pikir masih harus dimaksimalkan oleh Pemko Batam. Walau ini urusannya BP Batam. Tapi Walikota juga

merangkap Kepala BP. Yang jadi masalah sebenarnya adalah batas waktu yang tidak bisa diberikan oleh pemerintah daerah, terkait pelayanan air bersih. Masyakat

BACA JUGA:  Pemko Batam Usulkan Ranperda Administrasi Kependudukan

menunggu tanpa kepastian. Ini berbahaya. Seharusnya pemerintah bisa memberikan jaminan jaminan untuk pelayanan publik.

Disclaimer, ini tidak cari kesalahan. Kita hanya ingin aspirasi masyarakat harus disampaikan. Soal air bersiah, pengelolaan atau seperti apa yang kurang? Di masa ATB, dua

minggu bak mandi tak dikuras masih bersih. Tapi sekarang seminggu tak dikuras sudah seperti lumpur. Bung Uba melihat seperti apa?
Ini soal supply dan demand ya. Barangnya ini tak mencukupi. Yang terjadi saat ini tambal sulam. Di sini dinaikan, di sana turun. Tak pernah mencukupi. Terkait pembangunan

dam dan mentainan dan sebagainya. BP Batam dalam membangun ini kita belum tahu, apa bisa mencyukupi. Tapi publik kan perlu tahu kepastian pelayanan ini, karena ini

terkait kebutuhan dasar.

Yang lain, misalnya, masalah kebersihan. Ini juga termasuk janji kampanye pasangan ASLI. Seperti apa melihat soal sampah?
Saya kira tak banyak perubahan, Bahwa ada sedikit peningkatan volume pengangkutan, itu karena ditambah. Tapi akar masalahanya tidak diselesaikan oleh Pemko Batam.

Apa itu, soal kesiapan infrastruktur. Kalau kita lihat ada juga soal kesadaran masyarakat. Apa yang dilakukan ini baru bisa kita lihat yang riil jadi program tahun 2026 nanti.

Kalau yang sekarang kan masih program yang lalu, ya. Di sisi lain satu sample saja, soal transport. Belum ada pembenahan yang sesuai. Contoh bagaiaman operasional

ditingkatkan dan diperbaiki. Yang ada, misalnya evaluasi terhadap kinerja Dinas Kebersihan. Yang saya dapat informasi dari driver misalnya, kalau rusak kendaraan

pembiayaan dari driver. Padahal itu dianggarkan di APBD. Ini tidak pernah masuk kesini penyelesaiannya. Sehingga kenapa tidak bisa maksimal soal pengangkutan. Karena

kalau ada kerusakan siapa yang bertanggung jawab? itu drivernya. Itu contoh kecil dululah. Ini harusnya dievaluasi menyeluruh. Driver kan tidak ada anggaran. Kalau betul

betul tidak mampu, mau dipaksa mampu? Ini contoh evaluasi harus betul betul menyeluruh. Kalau tidak dilakukan akan sulit untuk diperbaiki.

Lalu soal kebersihan. Awal saya lihat ada gebrakan cukup bersih, daerah yang jadi tempat pembuangan sampah jadi bersih. Tapi akhir akhir ini kembali, Justru yang bersih

malah papan reklame. baliho. Menurut Bung Uba seperti apa soal papan reklame ini?
Jadi ini yang menarik. Kalau pemerintah kan menyebutnya ada maslah perizinan dan estetik. Saya melihat juga ada aspek lain. Soal keamanan dan penerangan. Biasanya

ada satu baliho dengan lampunya, pasti membantu penerangan kota. DI beberapa titik ternyata itu sangat membantu memberi penerangn jalan. Nah, tentu itu juga ada aspek

bahwa pemerintah juga harus siap dengan penerangan jalan. Sebelum itu dilakukan mestinya ada upaya antisipasi.
Contoh kita lihat tempat tempat tertentu baliho itu jadi penerangan. Kalau posisinya cuma membersikan dan rencananya akan dibuat videotron. Jadi tidak semata mata bukan

cuma estetika, tapi juga bisa jadi penerangan jalan.

Menurut Bung Uba, apa sudah se-urgent itu pemberisahan baliho?
Kalau melihat dari sisi urgent saya ras tidak. Saya tidak tahu kalau malam di simpang jam itu terang atau tidak. Itu menurut saya. Tapi ada hal yang menarik. Kalau saya

compare, pemko juga termasuk BP Batam. Kalau kita lihat bagaimana hebatnya mereka meratakan baliho, tapi untuk Welcome to Batam (WTB) tidak. Artinya sama-sama

untuk kepentingan publik. WTB itu icon. Tapi baca berita kemarin mau dipindahkan ke Punggur. Jadi kalau kita compare, perbandingan, kita tidak tahu. Dengan

dipindahkannya itu, artinya pemerintah di situ bersikap diskriminatif dengan baliho. Bisa saja ada pemilik modalnya kuat. Sementara dengan baliho, dengan gagahnya

diratakan. Kalau bicara kepentingan publik, seberapa penting WTB sebagai icon pariwisata, untuk dipindah. Saya kira cukup menarik. Hampir semua orang yang saya kenal

berkunjung ke Batam ingin berfoto ke WTB, tidak pernah ingin berfoto atau berkunjung ke baliho.

Sebagai aktivis di Gebrak, apakah ini bukan catchment area?
Harusnya jadi catchment area. Ini mestinya jadi hutan kota. Apalagi berdekatan dengan gedung pemerintah. Kalau diserahkan ke swasta, bisa hilang unsur hijaunya. Buat

saya ini mengkawatirkan kedepan. Artinya investasi ini juga menghilangkan hak hak publik. Kita bicara catcgment area, ruang hijau, itu kan kepentingan publik. Ada

kepentingan publik yang diabaikan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi tadi itu. Sebenarnya, ini bisa berjalan berbarengan. Tapi kembali lagi, kita belum tahu, bisa saja

pemiliknya orang orang hebat.

Dari Gebrak belum tahu siapa pemiliknya?
Saya belum tahu. Dengan pembicaraan ini mudah mudahan bisa kita cari tahu.

Soalnya itu icon Batam bisa tergeser atau tergusur, karena bangunan. Ini jadi persoalan sebagai warga Batam?
Artinya ini, jelas pemerintah daerah menunujukkan sikap diskriminatif. Artinya ada kepentingan publik, satu sisi dikorbankan. Soal dibangun dipindah ke sana, narasi dan

argumentasinya dibangun bisa saja. Tapi secara faktual kita lihat selama ini, memang jadi tujuan wistawan WTB.

Kembali ke baliho, kalau soal perizinan, apakah waktu Rudi (Walikota Baatm ex-officio Kepala BP Batam sebelum Amsakar) perizinan ini dilanggar?
Kan harus diperjelas. Tidak mungkinlah dari pemilik baliho tidak berizin. Tapi kalau dari pemerintah kan ini soal pembayaran pajak. Kalau soal pajak, hasil audit BPK. Menurut

saya, pemerintah saya kira kurang transparan. Penjelasanya kurang transparan. Kalau ganggu estetika harus ada penataan ulang. Inikan juga kabur. Sampai sekarang tidak

mendapatkan gambaran soal itu.

Atau ada aroma apa ini?
Kita tidak boleh menduga duga. Karena pemerintah kan, kebijakan pemerintah tidak boleh menimbulkan dugaan, harus terbuka. Artinya akan banyak spekulasi. Artinya disini,

yang terkesan dari pemerintah daerah, mereka memposisikan diri sebagai penguasa bukan pemimpin. Kalau penguasa tidak bisa dipertanyakan. Mau jawab atau tidak

terserah. Sebagai walikota ini kan bukan penguasa, tapi pemimpin daerah.

BACA JUGA:  Docking di ASL Shipyard Batam Kapal Tanker Terbakar, Pekerja Tewas dan Luka-luka Dirawat di 3 Rumah Sakit

Kalau Bung Uba melihat seorang Amaskar leadershipnya seperti apa?
Dengan pengalaman sebgai wakil walikota, tentu sudah punya pengetahuan birokrasi soal kepemimpinan. Tapi ini jujur kali ini, saya lihat ada shok. Ini mungkin terkejut juga

ya sebagai exofficio Kepala BP Batam. Maka saya pelsetkan ini, Kepala BP Batam ex-officio Walikota Batam jadinya. Kenapa, saya harus sampaikan bahwa sebagai Walikota

bertanggung jawab terhadap masyarakat. Dengan kata lain, sebagai walikota itu, akses masarakat, informasi mau pun kebijakan, bisa didapat melalui hubungan formal dan

informal. Karena posisi beliau ini lebih berat ke Kepala BP, jadi lebih sulit kita untuk menyampaikan masukan untuk masukan pembangun Batam ini.
Saya menduga duga, kalau di pemko dipanggil Pak AM, kalau di BP Pak Amsakar, jadi harus jelas ini mana satu yang harus ditemui. Padahal orangnnya sama.
Di awal saya katakan, sebagai Walikota tentu kita harapkan pada akhirnya mendistribusikan keadilan. Tapi itu tadi, kita lihat durasi atau kegiatan lebih banyak di Jakarta Pak

Am, dari pada di pulau. Belum pernah baca beritanya saya. Kalau Walikota harus banyak bicara tentang keadilan sosial dan ekonomi. Kita lihat dari 15 program prioritasnya,

bagaimana kondisi dasarnya tidak pernah dilihat. Jadi ini yang menurut saya yang mau dibicangkan kalau saya ketemu Pak Am.
Kita berharap semangat yang dimiliki Pemerintah Daerah saat ini berjalan secara integral. Sekarang ini kan satu sektor, sebagai amanat kepala BP. Padahal masyarakat perlu

didengar.

Kalau sepertinya sih, ada keraguan dari Pak Am. Termasuk soal perubahan kabinetnya. Bagaimana untuk pergantian kepada dinasnya baru beberapa hari lalu. Tapi itu pun

belum semua. Kalau Bung Uba melihat, sebagi politisi, tahu seperti apa dinamika seperti ini? Kenapa harus terlalu lama memikirkan kabinetnya?
Dari segi aturan dan pilihan sudah ada. Saya kira membaca statement Pak Am, yang muncul soal sintimen, seharusnya soal yang rasional yang sesuai kebutuhan. Saya tidak

tahu pakah ini imbas sebelumya. Tapi ini harus dibuang pikiran seperti itu.

Bukannya tarik ulur lama karena antara Walikota dan Wakil Walikota?
Kalau itu kita sudah tahu semualah. Tak usaha dibahas itu. Tapi kan begini, sama seperti presiden. Presiden itu punyak hak prerogatif, tak pernah Wakil Presiden itu punya

hak prerogatif. Ikuti saja jalur itu. Terus berkembang, semua harus semua melalui Walikota, sesuai dengan tupoksinya. Yang tidak sesuai ya sudah. Ya harusnya Pak Am yang

muncul, karena beliau Walikotanya. Misalnya saat ini, dibutuhkan kinerja yang cepat.

Jadi leadershipnya, Pak Am harus betul betul muncul. Tidak perlu takut?
Ya artinya apa, Karena memang undang-undang mengamamanatkan seperti itu.

Tapi faktanya?
Justru akan menimbulkan tandatanya di masyarakat. Semakin lama, akan banyak menimbulkan spekulasi. Karena spekulasi menyangkut soal kepastian. Baik kepada investor

mau pun jalannya pemerintahan. Untuk hal hal seperti ini, juga menjadi perhatian masyarakat. Saya lihat masyarkat juga bertanya tanya. Memang diperlukan satu forum yang

menjelaskan ini. Tapi juga ada hal yang penting, bicara akses masayarakat ini. Ketika masyarakat ini mendapatkan perhatian, atau perlindungan, akses itu yang susah sekali.

Masyarakat sudah berkirim surat, sudah menyampaikan. Tapi berbulan bulan tidak ditanggapi. Ini agak berbeda menurut saya, karakternya. Di media memang kelihatnnya

ramai. Tapi secara langsumg tidak mencerminkan pemerintah yang seharusnya.

Kalau Bung Uba melihat hubungan Walikota dan Wakil Walikota kita seperti apa?
Ya macam amplop sama perangko. Kita melihat, ada acara seremonial berdua hadir. Saya pikir harusnya ada pembagian tugas supaya lebih maksimal. Sayangkan untuk

acara peresmian berdua hadir. Sidak juga berdua.

Ini menunjukkan hubungan ini harmonis?
Saya khawatir bukan masalah harmonis, tapi justru ketidak percayaan, malah.
Pak Am kan harusnya faham soal pembagian tugas itu. Saya berharap ada yang ngurusi masyarakat yang di hinterland. Saya ingin sekali melihat masyarakat hinterland

dibahas masalah pendidikan kesehatan misalnya. Kan sayang energi yang hebat itu hanya untuk seremonial.

Yang kita lihat malah terakhir kami baca Pak Gubernur yang ke Pulau Kasu bersama Ketua DPRD Kepri beri bantuan?
Saya melihat begini, saya faham karena saya pernah berada di DPRD. Itu program atau aspirasi Ketua DPRD, tapi kehadiran Gubernur di Pulau Kasu, itu “tamparan” buat Pak

Walikota. Ini teretorialnya Walikota Batam. Saya melihat pertumbuhan delapan atau dua digit, untuk pertumbuhan ekonomi. Tapi untuk siapa ekonomi itu. Harusnya ini dijawab

untuk seluruh masyarakt bukan untuk satu kelompok. Padahal harusnya pemeritah bisa menjamin ini untuk semua.

Saya ingin tahu, soal almamater Bung Uba, DPRD Batam. Salah satu tugasnya adalah kontrol. Tapi saya tidak melihat itu, seperti apa masukan vokalis DPRD Batam dulu,

melihat yang sekarang?
Saya fikri itu jadi kesimpulan saja. Tapi seharunya fungsi pengawasan itu berjalan. Tapi, begini. Kalau semakin besar ketergantungaan DPRD ke eksekutif bisa mengurangi

atau menghilangkan substansi keberadan mereka sebagai anggota DPRD. Saya kira apa yang saya sampaikan tadi, saya lebih melihat nuansanya tadi, karena DPRD

berhadapan dengan penguasa. Kalau berhadapan dengan pemerintah, pemimpin daerah saya rasa tidak takut. Apakah seperti ini yang terjadi saat ini? Kita lihat fakatanya.

Seharusnya kan bersuara. Kan menjalankan tupoksi. Berarti ada hal hal yang gelap di situ. Ini yang menurut saya sayang. Dalam konteks pengawasan, memperkuat dan

menjagarah yang benar.

Soal pendidikan, yang kami herankan. Hampir tidak terdengar konflik. Tidak ada demo. Tidak ada berebut sekolah, tahun ini. Ini fenomena apa? Apakah kehebatan pemimpin?
Kalau tidak ribut ya bagus. Saya termasuk juga mengikuti di SMK ada sedikit. Tapi di SD dan SMP, mereka mampu meminimalisir konflik terkait terbatasnya ruang. Biasanya

BACA JUGA:  Wako Amsakar Serahkan Insentif RT/RW dan Ajak Masyarakat Sekupang Jaga Silaturahmi

yang ribut sekolah yang diaggap unggulan. Jadi saya pikir ini bagus.

Ini berkat kinerja Kepala Dinas atau Pimpinan Daerah?
Ya kalau Kepala Dinasnya tidak. Bukan karena Kepaladinasnya tapi karena kebijakan Walikotanya, makanya Kepaladinasnya diganti.

Ini ada pertanyaan titipan. Apakah saat ini terdapat tumpang tidih kewengan pemerintah; antara BP Batam dan Pemerintah Provinsi Kepri? Ini Terkait pulau pulau pesisir di

Batam, terkait PP nomor 25 tahun 2025?
Kalau di PP jelas di BP kan. Artinya tidak ada tumpang tindih. Mungkin soal koordinasi saja. Soal praktenya rumit, kita tidak tahu.

Bukannya ini masuk wilayah Pemprov?
Harusnya pemprov. Tapi pemprov sendirikan sudah mengatakan, itu semua ada di BP Batam. Saya melihat sebenarnya adalah BP Batam sangat power full. Kita senang,

karena akan memberikan manfaat yang besar untuk Batam. Tapi dalam hal ini juga harus dibericatatan. Manfaat yang bersar ini harus bisa memberikan kekuatan untuk

pemerintah daearh. Kalau dilihat dari PP itu, pemko ini tidak ada power sama sekali. Kecuali urusan yang sudah diatur ya, soal tenagakerja, pendidikan, kesehatan dan

sebagainya. Ini mempertegas bahwa pemerintah ingin investasi bejalan cepat.

Kalau porsinya lebih ke BP tentu masalah investasi. Ini kan soal tenaga kerja. Seperti apa?
Ini yang harus diperhatikan. Kita lihat ada program pelatihan. Tapi kita tidak lihat riil di lapangan. Apakah pemerintah pernah sidak. Cek dulu perusahaan perusahaan itu, apa

benar meyerap tenaga kerja. Ini kan dibiarkan saja. Harusnya ini tugasnya Walikota. Bukan kepala BP Batam. Tapi karena hanya mengejar pertumbuhan ekonomi, dan berkait

dengan investasi. Terus bagimanana masyakat. Harusnya ada pendelegasian. Harusnya Wakil Walikota. Tapi kita lihat sama saja.
Pergi kita ke perusahaan misalnya, sudah benar gak soal perekrutan tenaga kerja.
Memang ada ada yang positif, aturan jamkesdannya juga bagus. Jamkesmarnya bagus. Tapi disini yang mau kita sampaikan, kalau pemerintah tidak turun langsung melihat

kondisi itu, kalau ada persoalan nanti yang muncul itu sikap reaktif. Kita lihat pelibatan masyarakat minim sekali.

Kalau melihat program priortas ASLI sudah banyak dijalankan?
Ya memang seperti bantuan lansia, tapi itu juga kerja yang sebelumnya sudah ada tinggal melanjutkan saja. Misalnya Pak walikota dan sekaligus Kepala BP, Misalnya biaca

pariwisata coba perjuangkan masalah Camp Vientnam untuk diperjuangkan. Karena ini jadi kawasn wisata internasional. Kita perlu destinasi yang sklanya internasional. Kalau

itu yang dilakukan, perlu saat ini, karena akses nya kuat kepusat.
Ini tergantung lobi dan komunikasi. Dengan kata lain, sekarang kan lebih mudah hubungannya ke pusat, kalau dilaukan, ini jadi terobosan yang luar biasa.

Kalau soal UWTO. Kan tidak seperti dulu lagi BP dan Pemko yang terpisah pemimpinnya. Contoh soal membebaskan UWTO untuk rumah tapak. Saat ini kan sudah satu

pemimpinnnya, kenapa tidak terjadi?
Saya kira ini perlu digaungkan kembali. Harus dipisah mana yang untuk industri, mana yang untuk masyarakat. Malah saya khawatir yang industri digratiskan, masayarakat

yang tidak. Seharusnya memang, wacana itu tidak boleh terputus atau hilang. Saya pikir ini satu hal penting untuk jadi pemikiran untuk Walikota Batam. Kembali

keposisioningnya; kalau BP tentu tak mau, tapi kalau Walikota mestinya mau. Artinya Walikota harus menyampaikan ke Kepala BP Batam. Tergantung Pak Am dan Pak

Amsakar hahahah.

Kira kira apa yang bisa dilakukan agar wacana itu bisa terealisasi?
Harus disampaikan dalam forum. Perlu kajian lebih lanjut. Tapi kepada siapa disampaikan, kepada pengambil kebijakan. Tentu Walikota Batam. Walikota Batam sudah tidak

ada sarana untuk mempakarkan ke beliau. Ini akses masyarakat sepertinya tertutup. Tentunya, harusnya ini bisa. Saya komparasi saja. Saya dulu keras mengkritik Pak Rudi.

Tapi sebagai walikota, kita telpon, WA, beliau welcome. Artinya, beliau juga Kepala BP. Inikan soal bagaimana merespon atau menyikapi harapan masyarakat. Ini mungkin

yang jadi perbedaannya. Jadi sekarang ya cuma di fb, tiktok. Mestinya harus ada sarana. Misalnya Musrenbang, tapi kan cuma sekali setahun. Harusnya tidak begitu.

Dinamika ini yang menurut saya kurang.

Terakhir, kenapa anggota DPRD terutama dari Gerindra harus “takut” kepada Bu Li Claudia?
Saya pikir mereka tidak “takut”, Tapi mereka hars mendukung kebijakan. Dan itu hal lumrah dalam satu pemerintahan. Tidak mungkin Bu Li Claudia, dikritik juga berbeda

pandangan politik. Itu tidak mungkin. Tapi masalahnya terimbas ke partai lain. Seoalah olah partai Gerindra semua di DPRD itu, ternyat ada yang lain. Saya pikir tidak seperti

itu. Cuma mereka wajib mendukung. Memang saya lihat Gerindra bersuara. Kadang mereka malah lebih kencang dari partai lain.

Kalau skala satu sampai 100, masa kepemimpinan Amsakar – Li Claduia nilainya berapa?
Enam. Enam puluh. Saya mau sampaikan, karena saya lihat urusan pemerintah Batam amanat undang-undang urusan wajibnya; kesehatan, sosial, infrastruktur dan

keamaan. Saya merasa Seharusnya keberpihak ke masyarkat kecil itu penting sekali, tidak semua energi untuk investasi. Tapi juga harus bertanggungjawb terhadap

masyarakat kecil, dan itu belum saya lihat.(****)

15 program prioritas

Optimalisasi pengembangan dan pelayanan air bersih
Optimalisasi penanganan banjir
Pengobatan gratis masyarakat ber-KTP Batam dan BPJS Ketenagakerjaan bagi pekerja rentan
Pinjaman modal tanpa bunga maksimal Rp20 juta untuk UMKM
Seragam sekolah gratis bagi siswa baru SD dan SMP
Bantuan lansia
Peningkatan kualitas pelatihan tenaga kerja dan industri kreatif
Beasiswa perguruan tinggi bagi masyarakat hinterland dan siswa berprestasi tidak mampu
Penataan sistem transportasi publik terintegrasi (pengembangan BRT dan pembangunan LRT)
Percepatan pembangunan jalan lingkar
Penyediaan pusat seni budaya paguyuban se-Batam
Pengelolaan pasokan dan stok kebutuhan pokok
Pengelolaan sampah berbasis teknologi ramah lingkungan
Pembangunan sekolah baru dan ruang kelas baru
Peningkatan investasi dan destinasi MICE